Tuntut RUU PPMHA, Masyarakat Adat di Maluku Utara Minta Jokowi Tidak Ingkar Janji

Tuntut pengesahan RUU Masyarakat adat kepada pmerintah

Ternate – Masyarakat adat di Maluku Utara menuntut Jokowi tidak ingkar janji mengesahkan Rancangan Undang – Undang Pengakuan dan Perlindungan Hak – Hak Masyarakat Adat (PPHMA) sebagaimana janjinya saat mencalonkan diri sebagai Presiden Republik Indonesia.

Menurut mereka RUU tersebut adalah salah janji dalam Nawacita Jokowi, sehingga sangat aneh Pemerintah tidak memasukkan RUU tersebut dalam Prolegnas 2016. Sama artinya dengan Jokowi abai dengan janjinya sendiri. Padahal RUU PPHMA tersebut menjadi sesuatu yang urgent saat ini.

Munadi Kilkoda, ketua AMAN Maluku Utara mengatakan RUU PPHMA akan membuka jalan masyarakat adat untuk memperoleh kembali hak – hak mereka yang selama ini diabaikan negara. Menurut dia, makin lama pemerintah mengakui hak – hak masyarakat adat itu sama dengan negara membiarkan masyarakat adat untuk bertarung di arena bebas memperebutkan hak yang melibatkan negara dan pemodal di dalamnya.

“Konflik sumberdaya alam itu terjadi karena hak – hak masyarakat adat dilanggar negara dan pemodal. Ini arena bebas dan masyarakat adat menjadi kelompok paling lemah dalam pertarungan perebutan hak atas tanah, wilayah dan sumberdaya alam. Salah satu jalan untuk mengatasi persoalan ini adalah dengan mengakui hak – hak masyarakat adat itu. ”

Kata beliau juga, RUU PPHMA tersebut adalah mandate dari pasal 18B ayat (2) UUD 1945. Sehingga pemerintah wajib untuk melaksanakan mandate ini. Sejak Indonesia merdeka, negara tidak perna mengeluarkan satu UU payung hokum yang mengakui hak-hak masyarakat adat.

Hal serupa juga disampaikan Arkipus Kore, ketua PD AMAN Halmahera Tengah (Halteng). Bahwa selama ini mereka sudah mendesak pemerintah daerah untuk segera membuat Peraturan Daerah (Perda), namun Pemda selalu beralasan bahwa belum ada payung hokum berupa UU masyarakat adat yang disahkan oleh pemerintah pusat.

“Contoh kami di Halteng, pemerintah daerah mengatakan Perda tidak bisa keluar karena tidak ada payung hukumnya. Padahal Perda tersebut sangat penting untuk melindungi hak – hak kami.”

Arkipus juga menganggap bahwa mereka tidak berbuat apa – apa untuk mempertahankan haknya jika tidak ada pengakuan dari negara. Sehingga dia berharap Jokowi dan Pemerintah Daerah Halteng untuk segera mengakui hak – hak mereka.

Senada dengan Arkipus, Hikmat Safar, salah satu tokoh pemuda adat Banemo, Halmahera Tengah, melihat semakin banyak masyarakat adat yang di kriminalisasi karena memperjuangkan hak – hak mereka, “Warga suku Sawai di Halteng banyak yang dilaporkan ke Polisi oleh PT Weda Bay Nikel karena mempertahankan hak – hak mereka” ujarnya.

Beliau juga menilai pemerintah lebih senang memberikan izin tambang dan perkebunan sawit di wilayah – wilayah adat dibandingkan mengakui hak – hak mereka. Kata Hikmat kasus tersebut terlihat ketika mereka menuntut Bupati Halteng Ir. Al Yasin Ali untuk tidak memberikan izin perkebunan sawit diatas wilayah adat Banemo, namun justru Bupati bersikeras untuk perusahan tersebut masuk berinvestasi di wilayah tersebut.

Munadi diakhir komentarnya meminta Jokowi untuk ingat dengan janjinya kepada masyarakat adat. Janji tersebut akan terus di ingat masyarakat adat di nusantara ini. (Adi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *