Pertemuan Dengan Pemkab Haltim, AMAN Minta Segera Buat Perda Masyarakat Adat

Maba – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Maluku Utara melakukan pertemuan dengan Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Halmahera Timur, bertempat di ruang pertemuan Sekda. Pertemuan tersebut dihadiri Asisten I Urusan Pemerintahan, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Kepala Dinas Sosial, Kepala Badan Perencanaan Daerah, Bagian Hukum, Ketua Baleg, Komisi I, Komisi II dan Komisi II DPRD Halmahera Timur. Sementara unsur masyarakat adat, adalah Sangaji Maba, Kimalaha, Bobato dan Kepala Suku Tobelo Dalam Dodaga, dari AMAN terdiri dari Pengurus Wilayah AMAN Malut dan Pengurus Daerah AMAN Halmahera Timur.

Pertemuan yang dilaksanakan pada 30 Juli 2015 itu, membahas respon pemerintah Kabupaten Halmahera Timur terhadap Putusan MK Nomor 35/PUU-X/2012 terhadap UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.

Kegiatan yang di moderator Ubaidi Abdul Halim itu dimulai dengan pemaparan Munadi Kilkoda, selaku Ketua AMAN Maluku Utara. Sebagaimana dijelaskan sejak Indonesia merdeka, masyarakat adat belum sepenuhnya memperoleh kembali haknya. Apalagi lahirnya kebijakan di sector kehutanan. Hutan adat ditetapkan menjadi hutan negara, bahkan di konversikan untuk kegiatan tambang dan perkebunan skala besar. Semua itu menyebabkan hubungan masyarakat adat dengan haknya menjadi terputus. Konflik agrarian bermunculan dimana-mana. Di Maluku Utara menurut laporan AMAN pada 2014, terjadi 30 kasus yang berhubungan dengan agrarian.

“UU Kehutanan sebelum di Judicial Review MK itu sangat merugikan masyarakat adat, memasukan hutan adat menjadi hutan negara. Bayangkan saja masyarakat adat tidak bisa mengelola hutan adat karena hutan itu ditetapkan menjadi hutan negara. Jadi negara hanya mengakui masyarakat adat tapi tidak mengakui haknya. Ini sangat bertentangan dengan UUD 1945 kita” ungkap Munadi.

Beliau melanjutkan keluarnya Putusan MK 35 ini adalah koreksi atas inkonstitusionalnya UU Kehutanan. Hutan adat dikembalikan lagi kepada masyarakat adat dan terpisah dengan hutan negara. Dalam amar putusan ini pada pasal 67 ayat (2) meminta pemerintah daerah untuk segera membuat Peraturan Daerah (Perda) pengakuan keberadaan masyarakat adat beserta hak-hanya.

“Respon pemerintah untuk melaksanakan putusan ini sangat lambat. Seharusnya Pemkab bergerak cepat merespon putusan ini dengan membuat perda pengakuan keberadaan masyarakat adat di daerahnya masing-masing” lanjutnya.

Sementara Kadis Kehutanan Haltim Rustam M. Nur mengatakan pada intinya Pemerintah akan melaksanakan putusan MK 35, namun perlu dilakukan inventarisasi lebih dulu masyarakat adat yang hidupnya masih bergantung pada hutan. “Kami minta AMAN bisa membantu pemerintah untuk mendata mana-mana saja masyarakat adat yang hidupnya masih bergantung pada hutan, sehingga ini menjadi rujukan untuk dibikin Perda” harap beliau.
Luas kawasan hutan di Haltim kurang lebih 500.000 hektar, sementara Areal Penggunaan Lain (APL) kurang lebih 100.000 hektar. “Kami dukung pemetaan dilakukan supaya hak-hak masyarakat adat dalam kawasan hutan ini juga jelas” lanjutnya.
Hal serupa juga disampaikan oleh Kepala Bappeda Haltim Ricki Chairul Rickfat dengan mendukung pemetaan wilayah adat “Tahun depan (2016) ada revisi tata ruang wilayah Halmahera Timur. Peta wilayah adat bisa diakomodir supaya bisa terlihat dalam peta tata ruang” katanya

Demikian hal disampaikan Ketua Badan Legislasi DPRD Halmahera Timur, Ir. Muhammad Saleh. Komisi yang membidangi legislasi di DPRD ini ikut memberikan apresiasi karena pertemuan ini sesuai dengan tugas dan fungsi mereka saat ini. Beliau berjanji untuk bisa sama-sama mendorong Perda Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat (PPHMA) sebagai bentuk dari perintah konstitusi. Namun perlu paying hokum sehingga Perda tersebut tidak bertentangan dengan UUD 1945.

“Kita tetap akan memperjuangkan Perda ini tapi jangan sampai Perda ini bertentangan dengan UUD karena paying hukumnya tidak ada” kata beliau, diamini juga anggota DPRD lainnya yang hadir pada pertemuan tersebut.

Munadi menambahkan untuk merespon kekhawatiran dari DPRD. Bahkan Perda Masyarakat Adat tidak bertentangan dengan UUD, justru itu adalah perintah UUD. “Coba kita buka pasal 18B ayat (2), disitu ada frasa dalam UU, bukan frasa dengan UU. Artinya tidak perlu menunggu UU payungnya, karena sudah ada UU sektoral seperti UU Kehutanan ini. Jadi tidak perlu takut karena Perda seperti ini sudah banyak sekali dibuat oleh pemerintah daerah ditempat lain” ungkapnya

Mewakili Bupati Halmahera Timur, Asisten I Thamrin Bahara mengatakan Pemkab akan melaksanakan putusan MK ini dengan segera mendorong Perda PPHMA di Halmaera Timur. “Ini merupakan janji kami kepada masyarakat adat di Halmahera Timur, apalagi kami juga anak adat disini” kata beliau

Diakhir pertemuan AMAN diwakili Ketua BPH AMAN Malut Munadi Kilkoda menyerahkan draf Perda PPHMA serta peta wilayah adat Tobelo Dalam Dodaga. Penyerahan itu diterima langsung oleh Asisten I Bupati Halmahera Timur.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *