AMAN dan Sawit Watch Latih Masyarakat Adat Patani Hadapi Perkebunan Sawi

Suasana Sosialisasi Bantuan Hukum dan Training CO di Peniti-Banemo (Sumber: AMAN Malut)
Suasana Sosialisasi Bantuan Hukum dan Training CO di Peniti-Banemo (Sumber: AMAN Malut)

Peniti – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Maluku Utara (AMAN Malut) bersama Sawit Watch melakukan Sosialisasi Bantuan Hukum sekaligus Training Community Organizer (CO) untuk mendidik masyarakat adat di Patani menghadapi perkebunan sawit. Kegiatan yang dilaksanakan pada 19 – 21 Maret 2016 tersebut bertempat di desa Peniti dengan peserta yang hadir utusan masyarakat adat Moreala, Banemo, Tepeleo, Peniti, Gemia dan Sakam.

Training CO ini memiliki tujuan (1) meningkatkan kapasitas kader masyarakat adat untuk memahami kondisi yang di akibatkan oleh kebijakan pembangunan yang menyebabkan masyarakat adat kehilangan hak tanah dan sumberdaya alam, (2) menyiapkan kader – kader yang memiliki kesadaran untuk bisa mengambil peran dalam perjuangan masyarakat adat, (3) melahirkan kader-kader yang memiliki jiwa kepemimpinan untuk mengorganisir gerakan masyarakat adat.

Ubaidi Abdul Halim salah satu aktivis AMAN mengatakan kegiatan tersebut adalah kelanjutan dari agenda advokasi perkebunan sawit yang rencananya akan berinvestasi di wilayah adat komunitas tersebut.

Beliau menjelaskan bahwa perkebunan sawit tersebut akan menguasai lahan sekitar 11,780 hektar. Konsesi diatas wilayah adat akan merampas hak – hak adat masyarakat adat Patani yang sudah dimanfaatkan sejak jama dulu, “wilayah konsesi perusahan ini sudah masuk ke wilayah adat milik masyarakat adat setempat.”

Lebih lanjut Ubaidi mengatakan Pemerintah Daerah Halmahera Tengah mestinya mencabut izin PT. Manggala Rimba Sejahtera, karena tanah yang digunakan untuk perkebunan merupakan objek vital yang menopang hidup masyarakat adat Patani. Wilayah ini memiliki potensi pala, cengkeh dan kepala yang merupakan basis utama perekonomian warga.

Sementara Asmadi Hi. Arsad salah satu peserta Training CO mengatakan jika perkebunan sawit dipaksakan maka akan menuai Konflik di lapangan. Masyarakat adat sudah melakukan konsolidasi dengan kelompok tokoh – tokoh adat dan pemuda di masing – masing kampong untuk menolak perkebunan tersebut. Asmadi mengganggap kebijakan ini bisa membunuh masa depan mereka. Komoditas pala yang selama ini menghidupi mereka bukan saja punya nilai ekonomis tapi adalah eksistensi masyarakat adat setempat.

Senada dengan Asmadi, Mulyadi T Sisway, perwakilan masyarakat adat Moreala, mengatakan jika Pemkab memaksakan perusahan sawit ini masuk berinvestasi, pala yang mereka tanam selama ini akan musnah, dia mendesak pemerintah untuk melindungu pala di Patani. Hasil pala ini yang telah mengidupi mereka, berangkat naik haji, bangun rumah, danmenyekolahkan anak mereka sampai ke perguruan tinggi itu karena pala bukan sawit.

Investasi sawit ini menurut E. Saepulloh dari Sawit Watch, mengakibatkan perubahan luar biasa terhadap vegetasi dan ekosistem setempat. Kerusakan lingkungan biofisik akibat bertambahnya lahan kritis. Menurut dia degradasi lingkungan akibat perkebunan sawit bisa menyebabkan bencana alam seperti kebakaran lahan, tanah longsor, dan banjir.

“Hutan mempunyai fungsi ekologi yang sangat penting, antara lain, hidro-orologi, penyimpan sumberdaya genetik, pengatur kesuburan tanah hutan dan iklim serta rosot (penyimpan karbon), Hutan juga berfungsi sebagai rumah bagi keanekaragaman hayati, sehingga investasi ini akan berdampak besar terhadap kondisi hutan di Patani” kata pria yang biasa disapa Cepot.

Dia melanjutkan jika lahan baru yang dibuka berupa hutan, maka tentu saja akan berdampak pada berkurangnya atau hilangnya jenis keanekaragaman hayati di hutan. Keanekaragaman hayati ini membentuk ekosistem yang kompleks dan saling melengkapi. Sehingga gangguan atas ekosistem tentu akan mengganggu keseimbangan alam, misalnya pada hilangnya aktor-aktor alam yang berperan dalam rantai makanan. (Abo)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *