DPRD HALTENG AKAN TERUS PERJUANGKAN PERDA MASYARAKAT ADAT

Ketua AMAN Malut menjelaskan Perjalanan Ranperda PPHMA serta Hak-Hak Masyarakat Adat. (Dok AMAN).
Ketua AMAN Malut menjelaskan Perjalanan Ranperda PPHMA serta Hak-Hak Masyarakat Adat. (Dok AMAN).

WEDA- Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Maluku Utara (AMAN Malut) baru-baru ini menggelar Lokakarya Putusan Mahkamah Konstitusi No 35/PUU-X/2012 yang berbunyi “Hutan adat adalah hutan yang berada di wilayah masyarakat hukum adat”. Empat tahun perjalanan putusan sejak dikeluarkan MK, proses di lapangan belum terlaksana sesuai apa yang di harapkan. Pencaplokan serta pengklaiman hutan adat melalui skema pembangunan di sektor sumberdaya alam kerap kali di jumpai.

Lewat MK – 35, AMAN mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Pemkab Halteng segera mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat (Ranperda PPHMA) di Halmahera Tengah.

Kegiatan yang bertema “Implemetasi Putusan MK-35 Dengan Percepatan Pengesahan Ranperda Pengakuan Dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat Di Halmahera Tengah”. yang berlangsung di Aula penginapan Renfani, Desa Fidi Jaya, Kecamatan Weda, Selasa (26/7/2016).

Narasumber yang hadir antara lain Muhammad Arman dari perwakilan Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Ahlan Djumadil, Wakil Ketua Baleg DPRD Halteng, dan H. Samsul. SE. M.Si, Kepala Bidang Pengembangan Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Malut.

Ketua AMAN Malut Munadi Kilkoda dalam sambutannya mengatakan, Ranperda PPHMA dimaksudkan agar masyarakat adat mendapat pengakuan atas hak-hak adatnya dari negara. “Semangat itulah kami dorong Ranperda ini agas segera disahkan Pemerintah,” katanya.

Beliau menegaskan, Ranperda ini mandat dari Putusan MK-35 kepada pemerintah daerah. Mestinya pemerintah jemput bola untuk segera memulihkan hak-hak masyarakat adat yang sekian lama terabaikan.

“Harusnya tahun kemarin sudah disahkan, karena makin lambat disahkan, makin berpeluang besar masyarakat adat kehilangan akses pada haknya”. Tegasnya.

Merespon hal tersebut H. Samsul, SE. M.Si mengatakan pada prinsipnya Dinas Kehutanan Provinsi mendukung implementasi Putusan MK-35 yang sangat jelas mengakui hutan adat.

Saat ini kata beliau, belum ada hutan adat yang dipetakan. Tugas pemetaan itu ada di BPKH yang menangani Wilayah Maluku dan Manado. Masyarakat sulit memetakan wilayah adatnya karena mereka tidak memiliki pengetahuan soal tekniknya. Sehingga beliau berharap AMAN harus intens berkomunikasi dengan Dinas Kehutanan untuk segera memetakan wilayah adat di Maluku Utara.

Dilain sisi menurut dia, berdasarkan SK Menhut 302/2013, luas kawasan hutan di Malut kurang lebih 2 juta hektar sekian. Itu sudah terbagi dalam beberapa fungsi, baik hutan konservasi, lindung, dan produksi. Status kawasan hutan di Malut sebagian sudah dikukuhkan, sebagian masih penunjukan.

Diakhir penyampaiannya beliau mengapresiasi upaya AMAN untuk mendorong Ranperda PPHMA di Halteng. “Ini langkah maju, apalagi sudah sampai ada drafnya. Kami dukung Perda PPHMA ini segera disahkan Pemkab Halteng”

Sementara Ahlan Djumadil menegaskan komitmen DPRD untuk memperjuangkan Ranperda PPHMA. “Perda ini bicara tentang masa depan kita semua. Jadi sampai kapanpun kami akan perjuangkan” tegasnya.

Beliau merasa aneh dengan alasan Bupati tidak mau Ranperda inisiatif DPRD ini pada paripurna tahun kemarin. Kata dia, alasan Bupati Ranperda PPHMA ini tidak bisa disahkan karena tidak ada UU payungnya itu keliru. Sebab di UU Kehutanan bersama Putusan MK-35 sudah dengan jelas memerintah Pemda untuk membuat Perda Masyarakat Adat.

Hal yang sama diutarakan Mohammad Arman, mengatakan putusan MK-35 ini adalah dasar hukum yang kuat bagi Pemda untuk mengesahkan Perda ini. Ada juga kata dia, Permendagri 52/2014 yang bisa dijadikan rujukan bagi Pemkab Halteng agar proses Perda ini berjalan cepat. “Pemkab segera bentuk tim berdasarkan Permendagri ini. Tim ini yang akan bekerja mengindentifikasi masyarakat adat sampai keluarnya Perda” katanya.

Munadi menimpal pendapat narasumber dari Dinas Kehutanan. Sambil menampilkan peta wilayah adat yang dihasilkan secara partisipatif, dia juga menyebut masyarakat adat semua itu dihasilkan masyarakat adat. “Tidak benar masyarakat adat tidak bisa bikin peta wilayah adat. Ini buktinya peta yang mereka hasilkan” ujarnya. (Adi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *