AMAN Galang Para Pihak untuk Percepatan Perda Masyarakat Adat di Malut

Munadi Kilkoda, menjelaskan Situasi Masyarakat adat di Maluku Utara. (Dok AMAN)

Ternate – Percepatan penetapan peraturan daerah (Perda) yang mengatur hak-hak masyarakat adat tidaklah mudah, tantangannya dirasakan sendiri oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Maluku Utara yang selama ini getol mendorong Perda dibeberapa daerah. Perlu adanya keterlibatan kelompok-kelompok strategis dalam kerja-kerja advokasi untuk mempercepat proses ini. Dalam upaya tersebut Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Maluku Utara mengisiasi menggelar workshop pembentukan kelompok kerja masyarakat adat dengan melibatkan Pemerintah, Akademisi, LSM, Media dan Ormas, di Istana Coffee, Kota Ternate, Kamis (14/12/2017).

Dalam paparan perkembangan proses legislasi di daerah, Munadi Kilkoda Ketua AMAN Maluku Utara menyampaikan sebenarnya sudah ada beberapa Perda yang mengatur keberadaan masyarakat adat, misalnya di Halmahera Utara ada Perda Pengakuan Tanah-Tanah Adat di Lingkar Tambang, SK Bupati Halmahera Utara tentang Pengakuan 10 Hoana sebagai Masyarakat Adat, Perda Pengakuan Hak-Hak Adat dan Budaya Masyarakat Adat Kesultanan Ternate.

“Memang sudah ada beberapa, namun yang lain itu pengaturannya masih mencampuradukan masyarakat adat dengan kesultanan, contohnya di Perda yang di Ternate” terang Munadi.

Selain itu ada juga inisiatif Perda Masyarakat Adat di Halmahera Tengah, yang sudah berproses dari tahun 2015 namun tidak disahkan hingga saat ini. Menurut Munadi, Perda di Halmahera Tengah itu dalam rangka menurunkan Putusan MK Nomor 35 tentang UU Kehutanan yang mengharuskan penetapan masyarakat adat harus melalui Perda.

“Sebenarnya tidak ada masalah dengan Perda tersebut, masalahnya ada pada komitmen pemerintah daerah yang rendah melaksanakan perintah diatasnya, termasuk juga dengan anggapan bahwa perda ini akan menghalangi kepentingan investasi” lanjut Munadi.

Munadi juga menggambarkan situasi masyarakat adat saat ini dihadapkan ekspansi untuk penguasaan ruang hidup masyarakat adat melalui kebijakan di sektor sumber daya alam (SDA). Hampir 60% wilayah adat saat ini sudah dikuasai izin tambang, perkebunan, kehutanan, infrasktruktur. Ini membuat akses masyarakat adat terhadap haknya makin terbatas.

Sementara itu, Dr. Nam Rungkel Akademisi dari Unkhair sebagai salah satu narasumber mengatakan memang banyak tantangan soal masyarakat adat, terutama terkait istilah yang dipakai yakni masyarakat adat dan masyarakat hukum adat. Beliau lebih sepakat menggunakan istilah masyarakat adat karena lebih luas cakupannya dari masyarakat hukum adat.

“Masyarakat adat itu adalah masyarakat asli Indonesia meski berbeda antara satu dengan yang lain karena itu kita berbhineka tunggal ika, sehingga problem yang kita hadapi sekarang ini adalah harmonisasi baik dalam tingkat pusat dan daerah.”

Dia juga menyeruhkan supaya hak-hak masyarakat adat harus diperjuangkan melalui Perda. Bagi dia Perda masyarakat adat itu konstitusional, karena merupakan mandate yang diatur dalam UUD. Sehingga tidak ada alasan bagi pemerintah daerah untuk tidak mengesahkan Perda Masyarakat Adat. Perda ini kata Dr. Nam Rumkel untuk menjawab masalah masyarakat adat.

Agus Salim Bujang, antropog dari UMMU yang berkesempatan hadir juga mengatakan memang perlu ada Perda masyarakat adat, namun harus sejalan dengan upaya yang perlu dilakukan untuk mencaritau keberadaan masyarakat adat dan pranata adatnya. Sambil mengambil contoh unit terkecil masyarakat adat misalnya Pnu di Halmahera Tengah sebagaimana telah disampaikan AMAN.

Hal yang sama juga disarankan oleh Murid Tonerio, akademisi dari UMMU yang mendorong ada rumusan strategi baru dalam memperjuangkan Perda masyarakat adat.

Dari berbagai usulan tersebut disepakati perlunya kolaborasi dengan melibatkan banyak pihak, termasuk pemerintah. Komitmen bersama tersebut menetapkan supaya agenda legislasi kedepan dilakukan secara bersama-sama.

Sinung dari PB AMAN menyambut baik kerjasama dalam memperjuangkan Perda PPHMA. Dia berharap dukungan yang diberikan para pihak ini dapat mempercepat keluarnya Perda masyarakat adat di Maluku Utara.

“Saya berharap target pertama ini adalah Perda masyarakat adat di Halmahera Tengah yang sudah ada draftnya. Upaya yang perlu dilakukan adalah memastikan ini masuk dalam prolegda 2018,” tutupnya. (ADI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *