Rahim: Perda Masyarakat Adat itu Jadi Komitmen Elang-Rahim

     Abd Rahim Odeyani, Wakil Bupati                       Halmaherah Tengah.

WEDA – Pemenuhan hak-hak masyarakat adat di Halmahera Tengah merupakan program prioritas Bupati dan Wakil Bupati Drs Edi Langkara, SH. MH dan Abd Rahim Odeyani SH. MH yang baru saja dilantik beberapa hari lalu. Terdapat 4 program dalam visi-misi Bupati dan Wakil Bupati, antara lain, mendorong peraturan daerah pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat, menglokasikan APBD khusus untuk pemberdayaan dan pemetaan wilayah adat, memastikan wilayah adat di integrasikan ke dalam RTRWK, menertibkan proses izin investasi sumberdaya alam yang eksploitatif dan merusak lingkungan.

Untuk merespon agenda tersebut, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Maluku Utara melakukan konsolidasi dengan melibatkan berbagai stakeholder di Kota Weda, termasuk DPRD dan Pemerintah Daerah. Kegiatan tersebut dilaksanakan di Caffee Monocrom, Senin (25/12/2017).

Dihadapan peserta konsolidasi, Ketua AMAN Malut, Munadi Kilkoda mengatakan Perda ini untuk memberikan kepastian hukum terhadap masyarakat adat beserta hak-haknya. Dia mengurai bahwa masyarakat adat di Halmahera Tengah dengan merujuk pada defenisi yang dikeluarkan AMAN, maka sebenarnya Pnu atau Kampung di wilayah Fagogoru ini yang lebih tepat disebut sebagai masyarakat adat. Sambil mencontohi Pnu Were, Pnu Kob, Pnu Kya, Pnu Messem dan selanjutnya. Lebih jauh kata Munadi, Pnu ini sebagai identitas asli karena merupakan unit terkecil dalam masyarakat, namun tidak diakui keberadaanya, apalagi hak mereka.

“Pnu ini memiliki hak atas tanah, wilayah dan sumberdaya alam, namun itu tidak diakui. Hak mereka disebut hak negara”

Munadi juga mengatakan Perda ini tidak melanggar aturan diatasnya, karena masyarakat adat itu sudah diatur dalam UU sektoral. Kata Munadi, ini tinggal komitmen DPRD dan Pemerintah Daerah. Lebih jauh menurut beliau, Perda ini menjadi solusi penyelesaian masalah pada sector agraria. Konflik agraria terjadi karena satu kebun diklaim 3 pihak, masyarakat, negara dan pemodal. Ini menimbulkan ketidakpastian dan berimbas konflik.

Munadi membeberkan masalah yang dihadapi masyarakat adat di Halmahera Tengah yang berpotensi menimbulkan konflik dikemudian hari yakni masalah pertambangan, perkebunan skala besar dan kehutanan.

“Halmahera Tengah ini wilayah yang paling kecil, separuhnya sudah dikuasai tambang. Ini perampasang ruang hidup” tegasnya.

Sementara itu, Anggota Badan Pembuat Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Halteng Gazali Samsudin mengatakan, secara pribadi saya sangat mendukung Perda Masyarakat Adat ini, meskipun sejak 2015 Perda ini ditolak oleh pemerintah waktu itu. “Hingga saat ini saya masih konsisten untuk mendukung Perda ini” ucapnya.

Gazali yang juga selaku Sekretaris Komisi I DPRD Halteng ini, mengatakan, kita perlu bertatap muka agar menyamakan presepsi tentang defenisi masyarakat adat apa kelembagaan adatnya. Dia juga sadar bahwa konflik sering merugikan masyarakat adat, sehingga Perda ini sangat penting untuk diadakan.

Sementara hal serupa juga disampaikan Wakil Bupati Abd Rahim Odeyani bahwa Perda ini pernah menjadi inisiatif beliau saat menjabat Ketua Baleg saat itu. Namun tidak sempat disahkan. Menurut dia ini sudah menjadi komitmen beliau dengan Bupati.

“Tinggal saja kita bicarakan, apakah akan menjadi inisiatif DPRD atau Pemerintah Daerah. Prinsipnya Perda ini harus ada”

Dia juga menyarankan kajian perda ini diperluas, tidak sekedar masalah agraria, tapi tradisi dan budaya Fagogoru juga diatur melalui Perda tersebut. (Adi)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *