Merampas Wilayah Adat, Warga Wasile Tolak Perusahan MHI

Perusahan yang membangun jalan di tengah kebun warga. beberapa tanamanpun rusak. Dok Foto Uli

“kami dilarang pergi ke kebun, setelah hadirnya perusahan PT Mahakarya Hutan Indonesia. Mereka bilang ini hutan milik perusahan dan tanah negara, padahal selama ini pekerjaan kami sebagai petani,” ungkap Wilson Y. Ngungaro, Ketua Badan Permusyawaran Desa (BPD) Desa Hatetabako saat melakukan konferensi Pers di Rumah Aliansi masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Maluku Utara, minggu (10/02/2019).

Wilson mengatakan warga juga telah menyampaikan tuntutan kepada perusahan, satu diantaranya berkaitan dengan tenaga kerja, “Jadi katanya perusahan siap mempekerjakan pemuda dan pemudi di desa yang berdampak, padahal sampai sekarang tidak ada,”

Perusahan juga menjanjikan akan dibentuk kelompok pertanian, pemberian beasiswa untuk anak sekolah, pembangunan rumah ibadah, pembangunan sarana-prasarana olahraga. Padahal tidak terealisasi.

“Kami merasa di tipu perusahan dan pemerintah” katanya.  

Hal yang sama juga diutarakan Norbel Mandemo Ketua Pemuda Hilaitetor, yang menyebut bahwa hingga saat ini setiap mereka pergi ke kebun yang berada di dalam lokasi perusahan, warga wajib melapor ke polisi dan tentara yang bertugas di pos perusahan.

Norbel juga menjelaskan daerah perkebunan warga yang ditanami padi, pala, pisang, kelapa, dijadikan lokasi penampungan kayu milik perusahan.

“Tanaman padi kami rusak karena kayu-kayu yang ditebang perusahan dibuang diatas kebun tersebut.”

Pertemuan Warga saat melakukan konferensi pers di Rumah AMAN malut. Dok AMAN

Lebih lanjut dia menuturkan, mereka juga tuduh oleh aparat keamanan katanya melakukan kegiatan illegal logging, jadi kayu yang mereka tebang disita polisi. Padahal mereka menebang kayu yang berada di dalam kebun mereka dan untuk kebutuhan bangun rumah. Atas kejadian tersebut, masyarakat menolak kehadiran perusahan PT MHI di wilayah adat mereka.

Sementara Veni Buli Perempuan dari Helaitetor yang hadir bersama mereka, mengatakan, masuknya perusahan ini mereka dirugikan.

“Kami takut kedepan jika kayu-kayu yang berada di wilayah kami habis diambil perusahan, anak kami mau ambil kayu dimana lagi untuk bangun rumah,” tutur Veni.

Masyarakat juga mencurigai perusahan sudah mencemari sungai Ifis yang mereka gunakan sebagai sumber air minum di desa Helaitetor. “Air di sungai tersebut sudah coklat karena perusahan tebang kayu di sekitarnya,” cerita Norbel.

Sekedar diketahui, PT Mahakarya Hutan Indonesia (MHI) mengantongi SK.9/1/IUPHHK-HA/PMDN/2017 untuk Izin Usaha Pemanfaatan hasil Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA), dengan menguasai 36.860,00 Hektar hutan yang mencakup Desa Iga, Hilaitetor, Kakaraino, Puao, Silalayang, Nyaolako, Hatetabako, Boki Maake, Lolobata, Foli, Tatam, Labi-labi, Kecamatan Wasile tengah dan Wasile Utara, Halmahera Timur. (Adi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *