27 IUP Illegal, Riwayatmu Kini

LEFO– Diterbitkan-nya 27 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diduga menyalahi aturan, sempat menghebohkan masyarakat Maluku Utara (Malut). Semua pihak di daerah ini tidak habis pikir, bagaimana bisa IUP sebanyak itu dibuat tanpa melalui prosedur.

Tata kelola pemerintahan di bawah kendali Gubernur Abdul Gani Kasuba sempat diragukan kualitasnya.  Berbagai spekulasi bermunculan. Di kampus, di warung kopi dan di tempat-tempat lain, mewacanakan 27 IUP yang diduga illegal tersebut.

Beberapa pihak mengatakan, diterbitkan-nya 27 IUP itu tidak boleh dilihat sebatas lemahnya tata kelola pemerintahan. Tetapi harus jauh dari itu, kenapa orang-orang yang berada di pusaran 27 IUP nekat merekayasa administrasi hingga dokumen IUP ditandatangani pejabat berwenang.

Sayangnya, wacana IUP hanya menggema dalam waktu singkat: pada 2017 dan awal 2018. Meski demikian, siapa saja yang diduga terlibat dalam masalah ini belum boleh bernapas lega atau senyum lebar. Sebab, dugaan 27 IUP illegal ini sudah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 28 Februari 2018 dengan nomor agenda 2018-02-000111 dan nomor informasi 95107.

Laporan tersebut dimasukkan dua anggota DPRD Malut, Sahril Taher dan Syahril Marsaoly. Dua wakil rakyat ini termasuk tim Pansus Hak Angket DPRD Malut. Sekadar informasi, setelah sekian lama mengumpulkan fakta dan data, kerja Pansus Hak Angket berakhir pada 9 Januari 2017. Hari itu juga hasil kerja Pansus diparipurnakan di gedung DPRD Malut. Hasil kerja Pansus Hak Angket DPRD menyebutkan, Gubernur Abdul Gani Kasuba diduga menyalahi beberapa ketentuan perundang-undangan dan telah melanggar sumpah janji jabatan Gubernur.   

Atas dasar itu, Pansus melaporkan dan meminta pimpinan DPRD untuk menindaklanjuti hasil temuan itu ke penegak hukum. Pada 26 Januari 2018 diadakan rapat khusus pimpinan dewan dengan Sekwan untuk membuat surat pengantar pimpinan dewan ke aparat penegak hukum.

Direktur Konsorsium Advokasi Tambang Malut (KATAM), Muhlis Ibrahim berharap masalah 27 IUP dibahas kembali. Setidaknya DPRD dan Pemprov mengumumkan perusahaan apa saja yang IUP-nya illegal, sehingga diketahui masyarakat.

Menurut Muhlis, yang akan mendapatkan dampak buruk atas masalah tambang yang IUP-nya diterbitkan tanpa melalui aturan adalah masyarakat. “Orang-orang yang terlibat dalam masalah IUP sudah pasti senang. Kami ingin lihat keberpihakan wakil rakyat dan Pemprov terhadap masyarakat,” ujarnya menguji.

Muhlis juga mengajak semua akademisi, aktivis dan semua kalangan untuk kembali membahas 27 IUP yang diduga illegal itu, hingga oknum-oknum yang terlibat di dalamnya diproses hukum. “Maka dari itu KPK harus serius mengusut 27 IUP illegal ini, jangan diamkan, sedangkan laporan sudah dimasukkan,” harapnya.

Sosiolog UMMU, DR Herman Oesman menambahkan, masalah IUP membuktikan bahwa relasi antara kuasa dan pemodal begitu kuat mencengkeram Malut. Yang menjadi soal adalah masa depan masyarakat lingkar tambang. Tidak hanya efek kesehatan yang mereka terima, tetapi juga efek sosial jangka panjang, karena masyarakat kehilangan lahan untuk kehidupan penerus mereka.

“Iniharus diseriusi, karena masa depan pembangunan Malut bukan semata-mata menjualseluruh isi bumi daerah ini, yang justru hanya dinikmati segelintir elite, “tuturnya.Herman mengatakan, kasus IUP merupakan pertaruhan moral Gubernur Malut terpilihuntuk bisa diselesaikan dengan elok dan bijak. Bila tidak, tentu akan menjadicatatan buruk pemerintahan Malut bagi anak cucu negeri ini. (L-02)

Sumber: Lefo.Online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *