Bahaya Korupsi di Sektor Pertambangan

LEFO – Praktisi hukum Hendra Kasim mengingatkan betapa pentingnya mewaspadai korupsi di sektor pertambangan. Peringatan Hendra itu termasuk menyusul diterbitkannya 27 izin usaha pertambangan (IUP) yang diduga menyalahi prosedur.

Ia menjelaskan, korupsi sektor pertambangan bukan hal baru di Maluku Utara (Malut) beberapa daerah juga sudah pernah terjadi korupsi sektor pertambangan. Modus korupsi sektor pertambangan, menurutnya, melekat dengan tindak pidana gratifikasi. “Jadi tidak semata-mata pengelolaan administrasi pemerintahan yang kacau, “jelasnya.

Hendra menuturkan, gratifikasi diatur dalam pasal 12B Undang-Undang (UU) 20 tahun 2001. Pasal itu menjelaskan, gratifikasi adalah pemberian dalam arti luar, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata dan fasilitas lainnya.

Gratifikasi  tersebut, baik yang diterima di dalam maupun luar negeri yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Lanjutnya, gratifikasi sebagaimana diatur dalam pasal 12B tersebut mendapatkan pengecualian sebagaimana diatur dalam pasal 12C ayat (1) UU nomor 20 tahun 2001.

“di mana ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada komisi pemberantasan korupsi (KPK),” ujar Hendra.

Jika dihubungkan dengan dugaan masalah 27 IUP di Malut, maka dapat dilihat pada pasal 12B ayat (1) UU nomor 30 tahun 1999 junto UU nomor 20 tahun 2001 yang menerangkan, setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara, dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewjiban atau tugasnya.

Hendra menambahkan, korupsi sektor pertambangan, khususnya gratifikasi, memang tidak merugikan Negara, karena tidak ada kerugian secara meteril (kerugian Negara). Tetapi diserang dari perilaku korupi ini adalah pemerintahan dan itu jauh lebih berbahaya dari sekadar kerugian meteril. “Sebab itu, dalam gratifikasi, baik pemberi dan penerima harus dihukum,” tuturnya menegaskan.

Hendra sendiri menyakini ada yang tidak benar dengan diterbitkannya 27 IUP di Malut. Sehingga itu, dirinya berharap KPK menanganinya secara serius. “Harus KPK sudah memproses laporan dua anggota DPRD Malut. Kalau tidak, maka praktik begitu akan terus terjadi,” pungkasnya.(L-02)

Sumber: Lefo.online



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *