Press Release, Respon Kasus Tobelo Dalam Akejira

Perusahan tambang nikel PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) terus melakukan ekspansi pembukaan lahan untuk persiapan penambangan. Setelah tanah dan hutan di bagian pesisir Weda Tengah yang meliputi Desa Lelilef Sawai, Desa Lelilef Woebulen, Desa Gemaf dikuasai sepenuhnya oleh mereka, target berikut adalah Hutan Akejira, tempat dimana ruang hidup Tobelo Dalam. Aktifitas yang sementara dilakukan oleh perusahan adalah pembukaan jalan menuju ke Akejira.

Pembukaan jalan tersebut tidak pernah sama sekali dibicarakan dengan kelompok masyarakat adat (indigenous peoples) tersebut, padahal kebijakan tersebut berdampak secara serius terhadap keberadaan mereka. Wilayah Tobelo Dalam yang disebut Akejira yang meliputi wilayah Ma, Kokarebok, Folajawa, Komao, Ngoti-Ngotiri, Sakaulen, Namo, Talen, Ngongodoro, Susu Buru, Kokudoti, Sigi-Sigi, Mein, Tofu Blewen, Lapan, merupakan wilayah adat Tobelo Dalam yang telah hidup ratusan tahun lamanya serta turun-temurun.

Secara garis besar masalah yang dihadapi Tobelo Dalam Akejira sebagai berikut:

  1. Wilayah adat Tobelo Dalam Akejira dimasukan sebagai kawasan pertambangan nikel.
  2. Saat ini perusahan sedang membangun infrastruktur jalan sudah sampai di Akejira, dan kegiatan tersebut tidak pernah dibicarakan dengan kelompok masyarakat adat tersebut.
  3. Terdapat kuburan leluhur Tobelo Dalam Akejira di Mein, Talen yang berpotensi digusur untuk kepentingan perluasan jalan maupun aktifitas penambangan.
  4. Pembukaan hutan oleh perusahan untuk pembuatan camp dan kaplingan milik warga pesisir.
  5. Kelompok masyarakat pesisir menyerobot wilayah tersebut dengan membuat kaplingan hingga rumah tempat tinggal Tobelo Dalam pun masuk di dalam kaplingan tersebut. Kaplingan tersebut akan dijual kepada perusahan.
  6. Masyarakat Tobelo Dalam seringkali diganggu sehingga menuntut mereka untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
  7. Kelompok Tobelo Dalam yang tersisa dua kepala keluarga (8 orang) 3 orang laki-laki (remaja) dan 5 orang perempuan seringkali mengalami krisis pangan.

Kebijakan perusahan dan intervensi warga pesisir dalam bentuk penguasaan lahan melalui kaplingan tersebut, menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup Tobelo Dalam Akejira. Untuk memuluskan rencana penguasaan lahan, perusahan menggunakan 2 orang anggota Tobelo Dalam Akejira, Yakuta dan Elia, seakan-akan kedua orang tersebut telah merepresentasi kepentingan kelompok lainnya yang ada di dalam.

Keluarga Tobelo Dalam Akejira melakukan Konferensi Pers di Rumah AMAN yang di Pandu Munadi Kilkoda, Ketua BPH Wilayah AMAN Maluku Utara. Dok AMAN Malut.

Istri alm. Mustika yang ditemui di daerah Akejira pada tanggal 26 Agustus 2019 menuntut supaya hutan yang menjadi rumah dan tempat hidup mereka jangan dibuka untuk kegiatan pertambangan. Perusahan PT IWIP juga harus mengembalikan Yakuta dan Elia yang dimanfaatkan perusahan sebagai kaki tangan mereka. Bokum, salah satu anggota keluarga Tobelo Dalam Akejira yang ditemui di Lapas Ternate, tanggal 4 September 2019, mendesak supaya tidak ada kegiatan yang merusak wilayah adat mereka/hutan Akejira.

Menghadapi hal tersebut,Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Maluku Utara menyatakan sikap:

  1. Mendesak PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) untuk menghentikan seluruh aktifitas mereka di wilayah adat Tobelo Dalam Akejira.
  2. Mendesak PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) untuk merehabilitasi kembali kerusakan hutan yang diakibatkan dari pembukaan jalan.
  3. Mendesak PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) untuk mentaati hukum dan perjanjian internasional baik itu Konvensi ILO 169 maupun Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat yang mengharuskan setiap perusahan (tambang) tidak melakukan aktifitas yang dapat mengancam apalagi berakhir pada penghilangan identitas kelompok masyarakat adat.
  4. Mendesak PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) untuk melaksanakan Free, Prior, Informed Consent (FPIC) terhadap segala bentuk kebijakan sebelum melakukan aktifitas yang berdampak pada kelangsungan hidup masyarakat adat.
  5. Mendesak PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) untuk mentaati hukum Indonesia terutama Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-X/2019. Putusan ini menegaskan HUTAN ADAT TOBELO DALAM AKEJIRA BUKAN HUTAN NEGARA
  6. Mendesak kepada pemerintah kabupaten Halmahera Tengah untuk mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat adat Tobelo Dalam Akejira terhadap ancaman dari luar.
  7. Mendesak pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah untuk melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan kaplingan yang dilakukan kelompok masyarakat pesisir yang sudah merambah ke wilayah Tobelo Dalam Akejira.

Demikian pernyataan ini dibuat sebagai bentuk respon terhadap apa yang dialami kelompok Tobelo Dalam Akejira hari ini.

Salam Adat

Munadi Kilkoda

Ketua BPH AMAN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *