PRESS RILIS KEBAKARAN LAHAN DAN HUTAN DI MALUKU UTARA
Maluku Utara menjadi salah satu daerah yang rawan kebakaran seperti di sampaikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan beberapa hari lalu di Malut Post sendiri. Kalau demikian sudah seharusnya pemerintah di daerah ini memiliki langkah mitigasi dalam menghadapi masalah tersebut. Ini yang belum kami lihat ketika kebakaran melanda beberapa wilayah di Maluku Utara. Beberapa kasus kebakaran yang kami pantau dari laporan komunitas masyarakat adat yang wilayahnya terbakar, penangannya sangat lambat sekali, Pemerintah tidak serius menangani, padahal Pemerintah punya sumberdaya yang cukup untuk merespon masalah ini. Masyarakat setempat memberikan respon yang cepat sehingga dengan peralatan seadaanya mereka bisa menjinakkan api yang membakar kebun dan hutan mereka.
Kebakaran di Malut kalau di taksir sudah hampir mendekati ribuan hektar. Luas areal terbakar tersebut kebanyakan merambah hutan dan kebun milik warga setempat. Mereka mengalami kerugian yang luar biasa besar, karena harus kehilangan hasil tanaman yang menghidupi mereka selama ini. Bayangkan saja, pala, cengkeh, kelapa hangus terbakar. Itu sudah pasti tidak produktif lagi sehingga harus di tanam baru yang mungkin hasilnya bisa diperoleh dalam jangka 5-6 tahun lagi. Kebakaran hutan dan lahan kebun adalah problem utama petani kita, kalau kebun mereka terbakar otomatis mereka kehilangan sumber-sumber penghidupan. Kalau sudah demikian, pasti menjadi miskin lagi. Kita juga memprediksi kerugian akibat kebakaran ini sudah mencapai miliyaran rupiah, karena sector perkebunan, ekosistem alam kita pun ikut punah. Kebakaran hutan dan lahan ini berpotensi merembet kemana-mana apalagi saat ini kita sedang menghadapi kemarau panjang. Cepat penanganannya itu menjadi kuncinya sebelum meluas.
Sejauh ini kami belum bisa menyimpulkan sebenarnya penyebab utama kebakaran ini karena apa. Tapi di beberapa wilayah misalnya di Gane Timur Selatan dimana perkebunan sawit PT Korindo, ada indikasi bahwa kebakaran di lokasi konsesi perusahan tersebut disebabkan karena kegiatan land clearing untuk persiapan persemaian bibit sawit. Di beberapa lokasi kami mendapat informasi dari pemerintah setempat walaupun belum dipastikan benar atau tidak, katanya karena pembukaan lahan kebun yang dilakukan warga dengan cara membakar lahan itu yang menjadi penyebab utama. Itu cuma asumsi mereka saja, karena bisa jadi ada factor lain. Misalnya perampasan lahan dengan cara membakar, ketika masyarakat tak punya lagi modal untuk menanam kembali dilahan yang terbakar, perusahan datang di lokasi tersebut dan nawarin kerjasama untuk kepentingan investasinya. Kami harus jujur mengatakan bahwa saat in cara-cara perampasan tanah milik warga adat dilakukan dengan banyak cara termasuk membakar lahan. Saat ini kami sedang overlay titik kebakaran dengan keberadaan izin-izin perkebunan dan pertambangan di Maluku Utara. Ini akan sedikit membantu mencaritahu siapa actor utama, apakah perusahan, pemerintah, masyarakat, atau actor lain.
“Sekali lagi kami mau katakan pemerintah dan pihak kepolisian harus menyikapi ini. Siapa actor pembakaran lahan di Maluku Utara yang bersangkutan harus di hokum berat, tidak boleh ada yang di tolilir”.
Wilayah kita ini dominannya laut, tapi tumpuan hidup manusianya ada di darat. Darat itu menjadi wilayah produktifitas utama. Manusia Maluku Utara itu mencari makan itu dengan berkebun, karena itu pemerintah harus memperhatikan hal tersebut dan tidak boleh membiarkan kebakaran terus melanda ruang hidup yang ada di darat ini (TimAMAN)
Diterbitkan juga di Pro Public Malut Post, 26 Sep. 2015