Weda – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Maluku Utara mendorong warga Lelilef Sawai, Halmahera Tengah, Maluku Utara, untuk melaporkan PT Weda Bay Nikel (WBN). Sebabnya, pada Selasa (24/11/2015) terjadi penggusuran kebun warga yang masuk di wilayah konsesi perusahaan tambang.
Munadi Kilkoda, Ketua AMAN Malut, mengatakan, kejadian itu menyebabkan tergusurnya 1 kebun warga tanpa proses ganti rugi. Padahal, di kebun itu terdapat tanaman pala yang sudah berumur 12 tahun. Meski warga sudah menuntut, tapi perusahaan tidak mengindahkannya.
“Saat ini, tim AMAN Malut sedang berada di lapangan untuk melakukan pemetaan lokasi. Kami berharap, dalam waktu dekat warga dapat membuat laporan ke polisi,” kata Munadi ketika dihubungi Mongabay Indonesia, pada akhir November 2015.
Ia menakutkan, penggusuran tersebut juga berdampak digusurnya kebun-kebun warga yang lain. Sebab, Munadi menduga, di wilayah tersebut akan di bangun smelter, perkantoran dan kawasan penunjang aktivitas pertambangan.
Padahal, dia menilai, hingga saat ini belum ada kesepakatan mengenai jual-beli tanah antara warga dengan perusahaan tambang. Beberapa warga memang diketahui sudah menjual tanah mereka kepada WBN. Namun masih terdapat 100 warga yang tidak bersedia menjual tanah karena ketidakcocokan harga.
“Dari tahun 2009 sudah ada konflik pembebasan lahan. Perusahaan minta harga 8 ribu per meter, tapi warga minta harga 50 ribu permeter. Sebagian lepas, sebagian belum.”
Sejak konflik tahun 2009, tambah Munadi, perusahaan tambang melakukan intimidasi terhadap warga dengan menggunakan Brimob. Dampaknya, lahan dan kebun milik warga tidak bisa lagi dikelola dengan bebas.
Tak hanya itu, perusahaan tambang dituding melarang masyarat setempat untuk menebang kayu dan mengambil pasir di dalam kawasan konsesi tambang.
“Beberapa warga diintimidasi ketika memasuki kebunnya. Ada juga warga yang dikriminalisasi karena tidak mau menjual tanah. Lebih disesalkan lagi, di lain pihak, Pemda justru mendukung perusahaan tambang dalam hal pembebasan lahan,” sesal dia.
PT Weda Bay Nikel adalah salah satu perusahaan tambang Nikel terbesar di Indonesia. Di Halmahera Tengah dan Halmahera Timur, luasan konsesi perusahaan ini 54.874 hektar. Sekitar 35.155 hektar berada di hutan lindung.
Sejak awal masuk pada tahun 1999, berdasarkan catatan AMAN Malut, perusahaan sudah berkonflik dengan masyarakat adat Sawai dan Tobelo Dalam. Pada tahun 2013 AMAN Malut sempat mendesak pemerintah untuk meninjau ulang izin PT Weda Bay Nikel. Sebab, kehadiran perusahaan ini diduga dapat memicu konflik agraria dan kerusakan lingkungan di kawasan tersebut semakin parah *(Themmy Doaly)