Sementara itu, Ichan Sahbudin dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Aman) Maluku Utara yang berada di lokasi banjir mengatakan banjir terjadi karena jebolnya tanggul Sungai Saloi (anak sungai Kobe). Dan dampak paling besar dirasakan warga Desa Woejarana yang tinggal di dusun 1 dan dusun 2.
Semula kata dia, warga tidak mengungsi. Mereka berpegang pada pengalaman banjir serupa yang terjadi pada tahun 2009 dan 2012 silam. Saat itu ketinggian banjir tidak seberapa dan cepat surut. Tapi perkiraan mereka meleset. Tepat pukul 14.00 WIT mereka memutuskan mengungsi ke tempat yang lebih aman karena ketinggian air semakin meningkat. “Mereka mengungsi ke mesjid Desa Woejarana yang berada ditempat ketinggian,” ujarnya. Warga semakin panik pada saat dusun 2 mulai terendam banjir. Lalu Desa Woekop, Kulo Jaya dan juga Dusun Lokulamo di Desa Lelilef Woebulen karena meluapnya sungai Ake Jira (induk sungai kobe, red) hingga ketinggian air mencapai 2 meter. “Seluruh rumah warga yang ada di 4 desa terendam banjir semua,” ujarnya.
Hingga kemarin belum ada laporan korban jiwa atas musibah itu. Pun kerugian warga yang dialami warga belum bisa ditaksir. Namun demikian uluran tangan masyarakat dan pemerintah daerah sangat dibutuhkan. Warga kata dia sangat membutuhkan bantuan bahan makanan dan obat-obatan. “Mulai kemarin banjir mulai surut dan warga 4 desa yang mengungsi sudah mulai kembali ke rumah masing-masing. Meski begitu mereka tetap siaga,”tandasnya.
Warga juga meminta agar Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Halteng untuk bubar karena dianggap gagal dalam merespon bencana yang melanda penduduk di wilayah tersebut. “Ini bukan baru pertama kali. Banjir serupa sudah terjadi pada tahun 2009 dan 2012. Tapi pemerintah merespon saat tidak ada banjir,”kata Awin, salah satu warga korban banjir. (rid/kox)
Sumber: http://portal.malutpost.co.id/en/daerah/halteng/item/21099-banjir-rendam-4-desa-pemkab-halteng-cuek