Weda – Sejumlah OKP, LSM dan Parpol yang tergabung dalam Aliansi Pendukung Masyarakat Adat (APMA) Halmahera Tengah, mempertanyakan keseriusan DPRD dan Bupati Halteng untuk mengesahkan Peraturan Daerah Pengakuan dan Perlindungan Hak – Hak Masyarakat Adat (Perda PPHMA). Dalam pertemuan yang di fasilitasi AMAN Malut pada tanggal 18/08/2016 di Caffe Adelia Weda tersebut, hadir serta KNPI Halteng, GP Ansor, LSM Gele-Gele, Gema Pemuda Fagogoru, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Halteng, AMAN Halteng serta perwakilan dari tokoh masyarakat dan pemuda.
Ketua KNPI Ramdani Ali mengatakan KNPI secara kelembagaan mendukung Perda ini segera disahkan oleh pemerintah daerah dan DPRD. Beliau juga menyarankan supaya wilayah adat itu bisa disingkronkan dengan RTRW Halteng.
“Kami dukung Perda ini, apalagi ini bersentuhan dengan hak-hak masyarakat adat. Namun kami usul supaya batas-batas wilayah adat itu disingkronkan dengan RTRW Halteng”
Lebih tegas disampaikan oleh Sekretaris KNPI Irawan Sileleng yang menyebut Bupati dan DPRD tidak serius melindungi hak – hak masyarakat adat. Menurut mantan aktivis HMI ini, semestinya Perda ini sudah disahkan tahun kemarin setelah masuk Prolegda 2015, tapi kenapa tidak? Irawan menyeruhkan supaya semua pihak yang hadir malam ini untuk bersatu dalam memperjuangkan Perda ini. “Kami akan selalu dukung AMAN untuk berjuang sama-sama” ungkapnya.
Hal yang sama juga disampaikan Wakil Ketua LSM Gele-Gele, Aswar Salim. Beliau mempertanyakan komitmen semua anggota DPRD untuk mendorong Perda ini disahkan. Aswar sangat menyayangkan ada fraksi di DPRD yang tidak mau mendukung Perda masyarakat adat, “Kami sudah dapat info, ada fraksi tertentu yang mengahalangi Perda ini disahkan. Ini ada apa?” Kata beliau.
Sementara Ketua AMAN Malut, Munadi Kilkoda, mengatakan Perda ini sudah berproses dari tahun 2014, lalu masuk ke Prolegda 2015, namun dalam paripurna tidak disahkan dengan alasan tidak ada payung hukum. Munadi melanjutkan, mestinya Bupati tidak keliru menilai keberadaan Perda ini. Payung hukum Perda ini ada di UU Sektoral baik UU Kehutanan, UUPA, UU Desa. “Pembisik Bupati di bagian hukum yang keliru memberikan pertimbangan hukum ke Bupati, akhirnya Bupati menyampaikan pendapat yang keliru di paripurna kemarin” jelas Munadi.
“Saat ini kita sedang berhadapan dengan kebijakan pembangunan yang banyak melanggar hak masyarakat adat. Konflik agraria di Halteng makin meningkat dari tahun ke tahun. Misalnya kasus masyarakat adat Lelilef dengan PT Weda Bay Nikel, masyarakat adat Banemo dengan perusahan sawit, penetapan kawasan hutan diatas wilayah adat. Perda ini sebagai resolusi konflik terhadap masalah tersebut”
“Kami minta Bupati dan DPRD supaya mempercepat pembahasan Perda PPHMA. Keberadaan Perda ini sudah sangat emergensy bagi masyarakat adat. Tidak boleh negara terus abai dengan kepentingan masyarakat adat di Halteng”
Diakhir proses, semua pihak sepakat untuk bersepakat akan terus berkoordinasi, menggalang dukungan dan melakukan tekanan sampai Perda PPHMA ini disahkan oleh pemerintah. (Abo)