Fritu – Tata ruang wilayah adat Fritu telah dibagi dalam beberapa zonasi, baik zonasi perlindungan dan zonasi pemanfaatan. Hasil kesepakatan ini kembali di verifikasi untuk mendapat masukan dari semua anggota masyarakat adat baik yang berada di Fritu dan Dusun Sepo-Sarono. Verifikasi tata ruang wilayah adat itu dilakukan pada tanggal 20-21 September 2016, bertempat di desa Fritu dan Dusun Sepo-Sarono. Kegiatan itu dihadiri oleh puluhan masyarakat adat, tokoh-tokoh adat, perempuan dan pemuda.
Salah satu tokoh adat setempat Arkipus Kore menyambut baik kegiatan ini. Bagi beliau, ini bentuk pengklaiman terhadap hak adat orang Fritu yang memiliki dasar kuat. Dia juga menjelaskan tata ruang ini dibikin bukan melarang warga membuka lahan. Ini untuk pengaturan supaya anak – cucu juga dapat menikmati wilayah yang ditinggalkan leluhurnya.
“Orang kampung disini punya hak dan kewajiban untuk jaga wilayahnya. Peta ini supaya kalau orang luar ada datang dan merampas hak kita maka kita punya peta sebagai alat untuk bicarakan dengan mereka”
Arkipus juga menyentil, verifikasi ini untuk mengecek hasil dari tata ruang wilayah yang sudah dibikin beberapa waktu lalu, apakah masih ada yang kurang atau sudah benar. “Ini kesempatan supaya masyarakat bisa koreksi sebelum disahkan”
Sama hal dengan Arkipus, Sekretaris Desa Fritu Sion Hago menyambut baik pertemuan ini. Menurutnya AMAN sudah banyak membantu masyarakat adat Fritu untuk memetakan wilayah adatnya. Masyarakat adat Fritu harus bersama-sama dengan AMAN untuk memperjuangkan halnya.
Selaku pemerintah desa beliau merasa bangga karena tata ruang wilayah adat seperti ini di Maluku Utara baru pertama dimiliki masyarakat adat Fritu. “Ini akan jadi bahan pemerintah desa supaya bisa dorong kebijakan yang mendukung tata ruang wilayah adat ini” katanya.
Sion Hago juga menyampaikan kepada masyarakat Fritu supaya mengambil kesempatan di verifikasi tata ruang ini untuk cek ulang apakah hasil perencanaan itu sudah sesuai dengan keinginan masyarakat adat atau belum.
“Kalau masih kurang silahkan tambah, kalau sudah benar silahkan kita jaga wilayah ini”
Sementara itu Ketua Biro Advokasi, Hukum dan Kebijakan Abdurahim Jafar mengatakan verifikasi tata ruang ini supaya melihat lagi peta tata ruang yang sudah dibikin beberapa waktu lalu. Dalam tata ruang wilayah adat Fritu, kata Abo (sapaan akrab Abdurahim Jafar) ada 2 zona, pertama zona hutan lindung dan zona pemanfaatan. Zona lindung itu terdiri dari sungai, hutan, hutan mangrove, pesisir dan laut serta ekosistem pendukung lain. Sementara zona pemanfaatan itu perkebunan dan pemukiman.
“Masyarakat silahkan cek ulang, apakah batas – batas ini sama nama – nama dan rencana pemanfaatan itu sudah benar atau belum. Kalau belum kita koreksi sama-sama”
“Yang dimaksud hutan lindung dalam peta ini bukan pemerintah tetapkan, tapi masyarakat adat sendiri yang sepakati bersama-sama. Nanti sebagai informasi, masyarakat silahkan pasang tanda larangan di setiap zona lindung itu”
Hal itu mendapat respon dari Noya Kore, kepala adat setempat. Bahwa wilayah ini dititip moyang mereka untuk anak – cucu. “Daerah ini kami punya jadi kita samua sepakati dari Timur bagian Sepo masuk ke Barat daerah Gagone Woe lalu menuju ke Sungai Wale Mati lalu ke Barat Utara Damar Gemia itu sudah kita sepakati untuk lindungi.” Katanya
Dari proses verifikasi ini masih terdapat beberapa informasi yang menurut masyarakat belum ada di dalam peta, sehingga diusulkan untuk segera di masukan.
Kegiatan ini mendapat dukungan dari Critical Ecosystem Partnership Fund (CEPF) dan Burung Indonesia. Wilayah adat Fritu merupakan satu kawasan Key Biodiversity Area (KBA) yang harus segera di lindungi keberadaannya. Ekosistem di wilayah tersebut menjadi pendukung utama kelangsungan hidup masyarakat adat Fritu dan keanekaragaman hayati yang ada. (Adi)