Tuan Presiden, beta tahu tuan termasuk orang yang paling sibuk di Republik ini, tiap hari diperhadapkan dengan tugas Negara sampai tuan seng punya waktu lagi dengan keluarga.
Kali ini tuan harus melaksanakan tugas negara di Maluku Utara tepatnya di Kota Ternate dan Desa Tepeleo – Halmahera Tengah. Sebelum kesini tuan terlebih dahulu mampir dari satu pulau ke pulau lain. Beta bayangkan betapa capeknya dirimu tuan, karena itu beta berdoa semoga selama melaksanakan tugas Negara, tuan selalu dalam perlindungan Tuhan.
Tuan Presiden, hari selasa (08 Mei) tuan tiba di Bandara Babullah, lalu istirahat sebentar dan melanjutkan perjalanan ke Tepeleo untuk meresmikan beberapa jembatan yang dibiayai APBN. Setelah itu tuan kembali lagi ke Ternate dan istirahat semalam sebelum melanjutkan perjalanan ke Papua. Jika melihat jadwal tuan di Tepeleo, kurang lebih 3 jam saja warga menyaksikan tuan secara langsung setelah itu mungkin sampai tuan lepas jabatan sebagai Presiden sudah tidak sampai lagi ke tempat itu. Mudah-mudahan tidak demikian.
Beta jempol tinggi buat tuan yang memang beda dengan tuan – tuan sebelumnya, kali ini beta saksikan sendiri, orang tersibuk di bangsa ini berkenang kunjungi pelosok Nusantara yang mungkin sebelumnya tuan tidak tahu Tepeleo itu ada dimana.
Karena itu beta akan cerita sedikit tentang Tepeleo, biar tuan punya gambaran Tepeleo bukan cuma masalah demokrafinya saja. Tepeleo, atau bahasa local menyebut Epele, adalah salah satu desa dari persukutuan tiga Negeri bersaudara yakni Were (Weda), Potons (Patani), Mobon (Maba). Persekutuan itu disebut “Fagogoru”. Tepeleo merupakan orang Patani yang asal mula hidupnya di tanjung Ngolopopo sebelum melakukan migrasi ke beberapa wilayah karena peningkatan jumlah penduduk dan bencana alam. Bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa Patani. Penduduk Tepeleo kurang lebih 3 ribu jiwa, mereka hidup dari hasil perkebunan, nelayan, ada juga yang bekerja di sector jasa, pegawai pemerintah dan pengusaha. Kebun dan laut adalah system pengetahuan yang diwarisi dari turun – temurun. Dalam praktek kehidupan, masyarakat Tepeleo tunduk pada nilai – nilai luhur yang diwarisi moyang Fagogoru, yaitu ngaku re rasai (keberasamaan dan kekeluargaan), budi re bahasa (kebaikan dan santun berbicara), sopan re hormat (saling menghargai dan mengormati), matet re moimoy (takut dan malu pada kesalahan). Falsafah ini menjadi perekat dalam kehidupan social mereka.
Makanya tuan tidak perlu khawatir, kedatangan tuan di tanah tersebut adalah kehormatan bukan saja warga Tepeleo, tapi segenap warga Fagogoru yang tersebar dari ujung Gane Timur sampai Sondo – Sondo. Falsafah diatas akan menjaga tuan selama berada disana.
Tuan Presiden, bukan itu yang beta mau keluhkan sama tuan, ada beberapa hal yang perlu tuan tahu dalam kunjungan kali ini biar tuan tak sekedar menghabiskan uang miliyaran rupiah untuk sekali kunjungan tapi tak ada progress kemajuan pembangunan terutama yang bisa di nikmati masyarakat.
Tuan Presiden, Tepeleo dan sekitarnya adalah rakyat Indonesia yang belum sepenuhnya merdeka sejak bangsa ini dimerdekakan pada tahun 1945. Merdeka dalam pembangunan maksud saya, tuan. Dari dulu koneksitas antar wilayah ini dengan wilayah lainnya termasuk ke Ibukota Kabupaten Halteng di Weda, lebih banyak mengandalkan transportasi laut. Sebenarnya jalur darat sudah tersedia, tapi seng di aspal tuan. Jalan yang tersedia tidak layak dilintasi kendaraan. Jadi kalau musim laut seperti musim selatan dan timur, praktis daerah ini terisolir. Belum lagi musim ini berlangsung selama kurang lebih 3 bulan. Coba tuan bayangkan, 3 bulan itu masyarakat tidak bisa bepergian kemana – mana. Hasil pertanian mereka tidak bisa diangkut untuk dipasarkan di Weda atau di Ternate. Pokoknya aktifitas transportasi untuk menjangkau ibukota kabupaten lumpuh. Di musim ini masyarakat tidak beraktifitas lain selain berkebun.
Tuan Presiden, saya percaya tuan tahu cerita Columbus dan koloni Eropa mencari dunia baru pada abad-abad sebelumnya, itu karena mencari rempah – rempah, salah satunya Pala yang tumbuh di Tepeleo dan sekitarnya. Pala bukan lagi sekedar jenis komoditas yang bernilai ekonomis, tapi lebih dari itu sudah sebagai identitas orang Tepeleo. Pala ini di panen 3 kali dalam setahun dan merupakan salah satu sector ekonomi yang diandalkan masyarakat Tepeleo dan sekitarnya. Karena berhubungan dengan hajat hidup orang banyak, tuan perlu tahu harga pala di pasaran kadang tidak stabil, bulan tertentu naik, bulan tertentu turun drastis. Petani pala kadang senang, kadang galau menghadapi dilema pasar. Belum lagi minimnya perhatian pemerintah untuk menintervensi pasar terutama komoditas tersebut menyebabkan petani pala harus berjalan sendiri untuk membangun hidup mereka dari sector perkebunan. Pada masa Presiden Habibie, petani pala dan cengkeh di Maluku Utara menikmati kemerdekaan karena tanaman yang mereka tanam punya nilai jual yang tinggi. Beta harap tuan bisa melakukan hal serupa. Tuan, beta yakin jika harga pala dan cengkeh naik, tuan akan lihat angka kemiskinan di Malut akan turun drastis. Semoga tuan percaya.
Tuan Presiden, tutupan hutan yang ada di belakang perkampungan Tepeleo itu sangat tipis. Namun Bupati Halteng yang separtai dengan tuan, sudah keluarkan 7 Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk menambang nikel disitu, ditambah dengan satu izin perkebunan sawit. Beta prediksi jika perusahan itu operasi, pala – pala yang ada di dalam hutan akan mati, krisis ekologi akan terjadi di Tepeleo dan desa – desa sekitarnya. Dipastikan bencana berupa banjir, krisis air dan Konflik agraria akan meningkat. Gagasan tuan tentang reforma agraria tidak akan tercapai, bahkan bisa jadi ini akan menjadi dosa tuan selama memimpin bangsa ini. Karena itu beta harap tuan bisa menegur Bupati supaya tidak doyan jual izin-izin. Wilayah kami ini terdiri dari gugusan pulau besar dan kecil, tapi izin tambang yang dikeluarkan pemerintah dari 335 IUP menjadi 313 IUP setelah Korsup KPK. Coba tuan bayangkan berapa luas hutan yang terancam kehilangan fungsi. Beta berharap hutan di pulau – pulau kecil ini keberadaannya dapat dipertahankan sebagai cadangan untuk kelangsungan hidup manusia di kepulauan.
Tuan Presiden, tak jauh dari tempat berkunjung tuan nanti, ada satu pulau yang berbatasan langsung dengan Raja Ampat, namanya Pulau Gebe. Kalau tuan tanya orang ANTAM, tidak mungkin satu pun petinggi ANTAM yang tidak tahu itu pulau Gebe. Perusahan plat merah ini pernah berinvestasi puluhan tahun di pulau tersebut. Nikel yang diambil dari Gebe itu dibawah ke Jakarta sebagai pundi – pundi APBN. Sayangnya Gebe bukannya menjadi maju pasca perusahan tersebut bekerja. Malah kehidupan social, ekonomi dan ekologi setempat makin kritis. Gebe kini telah Collapse. Yang terjadi di Gebe adalah kejahatan korporasi. Bahkan demi hak untuk hidup, ada 11 orang warga yang harus masuk penjarah. Dengan segala hormat, beta mau sampaikan Gebe butuh perhatian dari tuan.
Tuan Presiden, beta berharap pada saat terbang bersama Helikopter menuju Tepeleo, mintalah pilot untuk berputar – putar sebentar diatas Kota Buli dan Maba. Mohon tuan menatap dari udara kondisi pulau – pulau kecil yang ada. Disana ada pelanggaran terhadap UU Nomor 27 tahun 2007 yang dibiarkan oleh Negara sendiri. Setelah pulau Gebe, kini pulau Gee dan Pakal yang dikeruk sumberdaya alamnya. Teluk Buli dibiarkan tercemar, karena sedimentasi dari tambang tersebut. Apa yang terjadi..!! masyarakat Mabapura, Buli, Maba dan sekitarnya saat ini makin sulit mencari ikan. Yang beta ceritakan ini bukan sebagai kamuflase. Ini menjadi gambaran buat tuan bahwa kondisi ekologi pulau – pulau kecil makin memprihatinkan. Bukannya pembangunan harus mempertimbangan keseimbangan alam..!! pengabaian terhadap lingkungan sama saja dengan mendekatkan malapetaka dalam kehidupan bangsa ini.
Tuan Presiden, laut yang ada di depan Tepeleo dan sekitarnya seringkali ada aktifitas illegal fishing yang dilakukan nelayan Filipina. Cerita orang Filipina mencuri ikan itu beta sudah dengar sewaktu beta masih SD. Bahkan ironi lain, aktifitas mereka itu bebas dan tidak ada yang larang, katanya ada kompromi nelayan ini dengan bawahan tuan yang ada di Desa dan Kecamatan. Beta minta tuan supaya perintahkan Nyonya Susi (Menteri yang saya idolakan itu) perkuat pengawasan di laut Halmahera dan tegas dalam penegakan hukum.
Tuan Presiden, tentu yang paling terakhir beta harap tuan punya empati yang tinggi terhadap masalah kesejahteraan masyarakat Tepeleo dan Maluku Utara pada umumnya. Kami ini bagian dari warga bangsa yang banyak dilupakan dalam segala urusan pembangunan yang tuan dan pembantu tuan di Jakarta rumuskan. Padahal kami sangat berjasa terhadap kemerdekaan bangsa ini. Bahkan sumberdaya alam kami (kayu, emas, dan nikel), dikeruk habis untuk mempercantik Jakarta, yang ditinggalkan kepada kami bencana ekologi dan kemiskinan.
Beta harap kunjungan tuan tidak sekedar melaksanakan acara potong pita atau hal – hal ceremony lalu selesai dan tuan pergi lalu kami kembali hidup dengan masalah yang kami hadapi tanpa tahu bagaimana menyelesaikannya. Tentu tuan juga tidak mau seperti itu. Karena itu beta harap kunjungan kali ini tuan bisa ajak petinggi – petinggi di negeri ini untuk diskusi sama-sama masalah yang dihadapi rakyat lalu menyusun agenda perubahan yang perlu dilakukan untuk merespon masalah yang tuan dapat selama kunjungan. Beta kira itu sebagai cara yang tepat dalam setiap kunjungan tuan. Yang paling akhir beta titip kemarahan ini kepada tuan supaya tuan bisa marah kepada Gubernur, Bupati/Wakilota yang lebih keenakan bersenang-senang dengan jabatan yang mereka dapat dan malas mengurusi masalah rakyat. Semoga tuan dan ibu negara sukses dalam segala urusan Negara.
Penulis: Munadi Kilkoda