WEDA – Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 28I ayat (3) UUD 1945 mengakui dan menghormati masyarakat hukum adat. Hal tersebut telah diatur juga dalam beragam UU Sektoral, UU Nomor 5 tahun 1960 tentang Agraria, UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, maupun UU Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Hal tersebut mengemuka pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara DPRD Halmahera Tengah dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Maluku Utara untuk membicarakan Peraturan Daerah Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat (PPHMA), di ruang rapat DPRD, Senin (02/10/2017).
Hadir dalam pertemuan tersebut, Ketua DPRD Rusmini Sadarlan, Wakil Ketua DPRD Haryadi Ahmad, Ketua serta Anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) dan perwakilan dari AMAN serta LSM lain yang diudang serta untuk hadiri RDP.
Dalam penyampaiannya, Rusmini berterima kasih AMAN telah menghadiri undangan yang disampaikan DPRD beberapa hari lalu. Ia juga mengatakan perda ini sempat masuk dalam Prolegda 2015, namun tidak disahkan pada saat itu.
“Ini bukan berenti di tahun 2015 kemarin, perda ini masih di pending, jadi nanti akan kami masukan untuk prolegda 2018” Ucapnya.
Beliau mengakui secara yuridis perda ini tidak bertentangan dengan UU diatasnya, namun mereka harus mempelajari lebih dulu supaya ketika disahkan nanti tidak menimbulkan masalah. DPRD juga menurut dia akan bersinergi dengan AMAN dalam proses-proses selanjutnya.
“Kita harus bicarakan ini baik-baik, supaya perda ini keluar tidak menimbulkan masalah baru. Apalagi saat ini Mendagri juga banyak mengokreksi perda-perda”
“Saya berharap ada sinergi antara DPRD dengan AMAN. Jadi kami akan mengundang AMAN untuk pembahasan lanjutan” kata Rusmini dari Fraksi PDIP ini.
Senada dengan itu, Haryadi Ahmad, Wakil Ketua DPRD dari Partai Bulan Bintang (PBB) ini menyampaikan harapan supaya Perda Masyarakat Adat ini segera disahkan pada tahun 2018. Kata Haryadi bentuk dukungan beliau terhadap perda ini karena terlibat langsung pada saat pengusulan, bahkan sudah di konsultasikan ke masyarakat dan mendapat dukungan dari masyarakat. Lebih lanjut ia menyampaikan, Perda Masyarakat Adat ini sejalan dengan Perda Perlindungan Sagu yang saat ini di dorong DPRD.
“Saya sangat optimis dan punya semangat seperti kemarin, karena pada periode ini begitu besar kebijakan demi masyarakat kita dan kepentingan wilayah adat. Kita harus buat satu perda terkait dengan pranata-pranata adat dan budaya yang ada di kabupaten Halmahera Tengah itu” ungkap beliau.
Sementara Ketua Bapemperda Nuryadin Ahmad juga menyampaikan, Ranperda yang hari ini disampaikan oleh AMAN bisa dimasukan untuk agenda tahun 2018. Beliau mengakui sendiri Ranperda ini tidak lagi ada masalah, yang secara yuridis tidak bertentangan dengan UU.
“Pada prinsipnya kami tindaklanjuti dan akan mendiskusikan ini dengan pemerintah daerah supaya ada kesamaan pandangan”
Lanjut Yadin, selama ini belum ada kesamaan pandangan siapa masyarakat adat di Halmahera Tengah. Info yang disampaikan AMAN bahwa ada 16 Pnu (Kampung) sebagai unit masyarakat adat itu sangat penting. Ini yang perlu disampaikan kepada pemerintah daerah.
Yadin mengatakan, setiap perda yang dilahirkan pasti memiliki konseskuensi politik, social dan ekonomi. “Kita perlu melihat ini, sehingga sebelum perda ini disahkan, kita harus lakukan diskusi-diskusi dengan AMAN dan kelompok lain termasuk masyarakat adat sehingga ketika disahkan tidak menimbulkan masalah” saran Yadin.
Menanggapi respon tersebut, Munadi Kilkoda memberikan apresiasi kepada DPRD yang berkomitmen untuk mendorong Masyarakat Adat ke Prolegda tahun 2018. Menurut beliau perda ini sangat urgent untuk menjawab masalah yang dihadapi masyarakat adat di Halmahera Tengah.
Munadi juga mengatakan, perda ini sifatnya pengaturan, nanti penetapan dilakukan berdasarkan peraturan bupati. “Nanti ada proses verifikasi setelah itu baru keluar peraturan bupati”
Setelah proses selesai, AMAN menyerahkan draft Perda Masyarakat Adat beserta Naskah Akademik yang diterima langsung oleh ketua DPRD. (ADI)