Kao – Gosong Maluku dan Penyu menjadi satu dari sekian spesis dan habitat yang mendapat perhatian perlindungan. Kao yang masuk dalam Key Biodiversity Area (KBA) menjadi salah satu tempat hidup keanekaragaman hayati tersebut. Namun keberadaannya mulai terancam punah karena aktifitas pengambilan telur dan perburuan yang tidak terkendalikan. Menyikapi persoalan tersebut, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Maluku Utara bekerjasama dengan Critical Ecosystem Partnership Fund (CEPF), dan Burung Indonesia melakukan tatap muka dengan pemerintah desa Kao dan masyarakat adat setempat untuk membicarakan langkah perlindungan spesis dan habitat yang ada. Pertemuan tersebut dilaksanakan di Rumah Adat Kao, (02/10/2018).
Kepala Desa Kao, Taufik Max ST. MM.T menjelaskan bahwa Kao ini bukan saja punya burung dan penyu, namun juga punya mangrove yang luasnya diperkirkan 350 hektar yang sudah dibagi dalam zona 1, 2, dan 3. Keberadaan ekosistem ini supaya keseimbangan alam di kampung bisa terjaga.
Selain itu kata beliau, pemerintah desa telah memanggil warga yang sering mengambil telur gosong maluku untuk menghentikan pengambilan telur sementara waktu. “Kami sudah sampaikan supaya jangan dulu ambil telur, dan masyarakat setuju dengan perintah itu”
Pemerintah desa Kao, kata Kades ini telah memiliki peraturan desa (perdes) pelestarian lingkungan yang sementara di sosialisasikan kepada masyarakat. Beliau juga berterima kasih kepada AMAN yang bersedia membantu mereka dalam melestarikan hutan mangrove maupun keanekaragaman hayati yang hidup di wilayah mereka.
Hal yang sama diutarakan oleh Naser Langgar, warga Kao yang terbiasa mengambil telur gosong Maluku. Kata beliau, sudah beberapa bulan ini tidak lagi mengambil telur burung tersebut. Dia sadar kalau diambil terus burung ini terancam punah, “Sehingga kita perlu bikin kesepakatan bersama untuk lindungi burung ini”.
Saran yang sama juga disampaikan Ruslan Djumati, warga yang hadir dalam pertemuan tersebut. Beliau menyarankan masyarakat untuk rajin menanam mangrove di pesisir Kao. Katanya, selama ini beliau sering menanam pohon tersebut.
“Jadi bayangkan kalau setiap orang bisa tanam 1-5 pohon, itu akan sangat banyak. Itu yang saya lakukan selama ini”
Pertemuan tersebut dipandu oleh salah satu dosen Universitas Halmahera, Ronald Kondolembang. Beliau membagi pengalaman pendampingan perlindungan gosong Maluku di Simau Galela.
“Di Desa Simau masyarakat membuat kesepakatan bagi setiap pengambil telur ia harus meninggalkan setidaknya sebanyak 7 butir telur, supaya burung tersebut terus berkembang biak.” kata Ronal
Ronal menyarankan perlu kerjasama masyarakat dengan pemerintah untuk melindungi keanekaragaman hayati di wilayah adat mereka. “Intinya disitu, tanpa itu potensi itu akan punah.” tutupnya. (adi)
Masyarakat adat adalah ujung tombak pelestarian keragaman hayati. Salute untuk AMAN Maluku Utara..
Makasih ya,, Sukses selalu buat Sudara