Weda- Masyarakat adat Fritu menggelar aksi protes terhadap PT Putra Karya Makmur (PT PKM) yang melakukan aktifitas didalam wilayah adat mereka, perusahan ini masuk tanpa sepengetahuan masyarakat adat Fritu yang pemilik tanah Ulayat. Profil perusahan inipun masih menjadi rahasia hingga sekarang.
Aksi protes ini yang kedua kalinya, pertama, Senin, 24/12/2018 lalu, Masyarakat adat Fritu melakukan protes lantaran perusahan ini tidak perda ada sosialisasi, baik itu analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).
Fritu Sabtu, 19/01/2019. Mereka mendatangi lokasi PT PKM tanpa Orasi, tidak memobilisasi warga. Bagi mereka ini akan menjadi ancaman terhadap wilayah adat mereka yang telah dijaga sejak dahulu. Atas inisitaif beberapa warga yang merasa prihatin akan kehancuran hutan mereka.
Suasana masih pagi, Ketua PD AMAN halteng, Kepala Adat Noya Kora, Perwakilan Tokoh Perempuan dan beberapa warga mendatangi lokasi langsung dengan tindakan pemblokiran jalan perusahan.
Ketua Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara ( PD AMAN) Halmahera Tengah, Arkipus Kore bilang, mereka masuk ke wilayah kami tanpa sepengetahuan kami, mereka menggusur apa yang menjadi bagian dari hak kami, kebun digusur. Perusahan tidak menghargai kami sebagai pemilik hak ulayat. Ucap Arkipus yang juga tokoh masyarakat Fritu.
Baca juga: Warga Protes Perusahaan PT. Jaya Raja Makmur
Selama ini, lanjut Arkipus. Masyarakat Adat Fritu tidak perna mendapat respon baik disetiap mereka datang dihadapan perusahan, padahal kami sebagai pemilik hak, kami berhak menjaga tanah adat dan menjaga tanah leluhur kami.
Diapun menuding, perusahan telah melakukan penyerobotan lahan, kebun-kebun warga telah digusur perusahan PKM tanpa ada proses yang baik antara perusahan dengan warga.
Karena itu, Arkipus bilang. Kami menolak perusahan ini, perusahan harus menghentikan seluruh aktifitas mereka, karena kehadiran perusahan ini telah merugikan kami sebagai masyarakat adat, kami tidak mau hutan kami rusak karena perusahan. Kami berhak menjaga hutan ini agar tetap hijau. katanya.
Sementara itu, hal senada juga disampaikan Tokoh Adat, Noya Kore juga bilang, memang perusahan ini tidak perna menghargai kami sebagai pemilik hutan ini, padahal kami suda berkomitmen untuk tetap menjaga hutan ini sesuai denga kearifan dan hukum adat kami sebagai masyarakat adat.
Baca juga: Percepatan Hutan Adat, Komunitas Adat Fritu Petakan Potensi Hutan Adat
Jadi, lanjut dia dengan nada tegas mengatakan, “ Kalau perusahan tidak menghargai kami maka kami tidak akan perna menghargai perusahan. Karena, tanah ini bukan milik perusahan”. Tegasnya.
Masyarakat adat pun melakukan pemblokiran jalan utama yang menjadi aktifitas keluar masuk mobil Perusahan di lokasi, ikut melakukan blokiran jalan tokoh perempuan Fritu Greis Hidanga ikut bersuara.
Dia bilang, sebagai tokoh perempuan dia juga menolak kehadiran perusahan, karena ruang hidup kami dirampas paksa oleh perusahan PKM, mereka adalah tengkulak tanah. Ini tanah dan hutan kami, wilayah adat ini milik orang Fritu bukan milik orang lain.
Karena itu menurut dia, pemblokiran jalan ini adalah sikap tegas kami, kami tidak menerima perusahan hadir didalam wilayah adat kami. Lebih tegas dia bilang, “ ini perbudakan di wilayah adat kami karena itu ini bentuk dari gerakan menolak hadirnya perusahan”. Katanya.
Dalam Dalam rekaman vidio itu, dia bilang, semoga masyarakat dimanapun berada bisa melihat, ini lah kondisi kami yang berada di lokasi perusahan sekarang kami melakukan pemblokiran jalan milik perusahan. Ia berharap Dokumentasi ini bisa dilihat secara luas. (Sawai)