Ternate- 73 Indonesia merdeka, masyarakat adat belum sepenuhnya menikmati hasil dari kemerdekaan tersebut. Hak mereka yang diakui secara konstitusional kebanyakan diabaikan negara. Sementara sisi lain negara terus-menerus memproduksi kebijakan yang mengkebiri hak adat tersebut.
Ungkapan tersebut disampaikan oleh Munadi Kilkoda, Ketua AMAN Malut, salah satu pembicara dalam diskusi “Lemahnya Pengakuan Hukum; Masyarakat Adat Jadi Korban Pembangunan.” Diskusi yang dilaksanakan di Kafe Jarod tersebut (11/19), selain Munadi, hadir juga Arman Muhammad dari PB AMAN.
Lebih jauh Munadi menjelaskan, negara dengan kekuasaan otoritas yang dimiliki, digunakan untuk merampas hak itu dari masyarakat. “Ini yang kami tidak benarkan dan praktek semacam ini tidak bisa dibiarkan terus-menerus.”
Satu demi satu kasus yang menimpah masyarakat adat di Maluku Utara disampaikan oleh Munadi. Yang terbaru kata dia kasus warga adat Wasile yang wilayah adatnya dikuasai oleh PT Mahakarya Hutan Indonesia. Akibat dari pemaksanaan kebijakan tersebut, warga Wasile harus jauh-jauh datang ke Ternate untuk menuntut keadilan.
“Seharusnya negara yang datang ke warga adat di kampung untuk melindungi mereka, bukan sebaliknya masyarakat adat yang harus mencari keadilan”
Lebih jauh kata Munadi, Konflik seperti ini terjadi karena tidak ada pengakuan terhadap hak masyarakat adat. Beliau juga mendorong supaya kekuatan masyarakat sipil harus terus berteriak dan berada di garda terdepan untuk mengatakan bahwa yang dilakukan negara saat ini pantas untuk di koreksi, pantas untuk ditinjau kembali, pantas untuk digugat, dan pantas untuk dicabut
Pengakuan masyarakat adat menjadi salah satu cara untuk menuntaskan masalah yang berkaitan dengan hak-hak masyarakat adat. Hal tersebut diungkapkan Arman Muhammad, sebenarnya dengan diakui hak masyarakat adat, konflik dapat di minimalisir, “karena ada kepastian hukum disitu.”
Arman sendiri menyampaikan sesungguhnya pemerintah daerah itu segera mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) yang mengakui keberadaan masyarakat adat. Perda tersebut mandat konstitusi dalam pasal 18B ayat (2). Kurang lebih sudah 70 lebih produk Perda yang mengatur masyarakat adat yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. “Jadi perda ini tidak bertentangan dengan hukum, karena jelas ini mandat dari Pasal 18B ayat (2) UUD 1945” katanya. (Adi)