TIDORE— Debu batubara dari PLTU Rum, mendapat soroton sejumlah kalangan. Aljufri Yunus salah satu aktifis lingkungan di Tidore Kepulauan, meminta pemerintah segera turun tangan. Ancaman debu batu bara itu bisa mengancam nyawa. Karena itu harus diseriusi.
Alumni Universitas Pembangunan Nasional Jawa Timur ini menyatakan, PLTU Rum Balibunga itu, sesuai aturan tak dekat dengan pemukiman warga. Namun karena sudah beroperasi, maka dia mendesak pemukiman di sekitar PLTU harus direlokasi, termasuk Sekolah Dasar Negeri Balibunga. “Kalau tidak direlokasi, maka rekomendasi saya PLTU harus ditutup daripada mengancam nyawa manusia,” katanya Senin (6/2).
Menurutnya, penyakit akibat dampak menghirup debu batu bara adalah penyakit paru-paru hitam atau Black Lung Disease. Jika warga dari waktu ke waktu, menghirup debu batu bara maka akan terakumulasi, yang menyebabkan gangguan dan mengancam nyawa manusia. “ Pilihannya warga direlokasi atau PLTU ditutup. Saya yakin dan percaya 10 tahun akan datang banyak warga sekitar PLTU jika tak direlokasi maka yawa mereka terancam,”katanya.
Dikatakan pembongkaran dan pengangkutan batu bara ke penampungan atau stockpile tak boleh dilakukan di siang hari, tetapi harus malam hari, ketika warga sudah tidur. Meski begitu sesuai pantauan, beberapa kali pembongkaran dilakukan siang hari. Pihak Dinas Lingkungan hidup (DLH) harus melakukan hasil uji kwalitas udara dan lainnya per triwulan dari PLTU. “Jika tidak DLH melakukan pembiaran,”tandasnya.
PLTU juga harus bertanggungjawab atas kesehatan warga sekitar PLTU, dengan program CSR (Corporate Social Responsibility). Jika warga terkena gangguan maka perusahan harus punya tanggung jawab atas kesehatan mereka.
Sementara sesuai data Puskesmas Rum Balibunga Tidore Utara Kota Tikep, tercatat penyakit infeksi saluran pernapasan (ISPA) yang diderita warga kelurahan Rum Balibunga tiga tahun terakhir mengalami peningkatan.
Kepala Puskesmas Rum Balibunga Farida Salim menjelaskan, khusus penderita ISPA di kelurahan Rum Balibunga 2014 209 penderita, 2015 meningkat menjadi 338 penderita dan pada 2016 391 penderita. “Kita hanya rawat jalan, kalau penyakitnya sudah akut, langsung dibawa ke rumah sakit daerah,” katanya. (far/ici)
Sumber: http://portal.malutpost.co.id/en/daerah/tidore-kepulauan/item/25312-hanya-dua-opsi-warga-direlokasi-atau-pltu-ditutup