Fritu – Aliansi Masyarakat Adat Nunsatara (AMAN) Maluku Utara melaksanakan workshop untuk membahas kearifan local masyarakat adat Fritu. Workshop tersebut berlangsung selama sehari di kantor Desa Fritu, sebagai kelanjutan untuk memperkuat tata ruang wilayah adat Fritu.
“Kearifan local merupakan salah satu sumber pengetahuan masyarakat adat dalam menjaga kelangsungan hidup mereka. Pengetahuan ini digunakan untuk mengelola tanah, hutan maupun laut” kata Munadi Kilkoda, Ketua AMAN pada saat memberi materi. Kamis 23 Februari 2017.
Munadi menegaskan bahwa dampak kebijakan pembangunan di sector sumberdaya alam baik tambang dan perkebunan berkontribusi besar mengancam kearifan local yang diterapkan masyarakat adat. Hal tersebut karena masyarakat adat akan disingkirkan dari wilayah adat mereka dan kehilangan akses mereka pada wilayahnya.
“Fritu ini wilayahnya cukup luas, namun masyarakat adatnya tidak bisa hidup jika mereka tidak berdaulat atas wilayahnya sendiri. Karena itu, mereka tidak bisa dipisahkan dengan wilayahnya” lanjut Munadi.
Pola hidup masyarakat adat Fritu sangat bergantung pada ketersediaan sumberdaya alam di wilayah mereka. Masyarakat memanfaatkan tanah untuk perkebunan, mereka juga melaut untuk mencari ikan, selain juga memungut hasil hutan kayu dan non kayu dan mendapat manfaat dari jasa lingkungan berupa sumber air yang mengaliri perkampungan mereka.
“Torang pe hutan ini yang menghidupi torang setiap hari. Saya sudah minta warga untuk tidak menebang pohon sembarangan terutama di sekitar sungai, karena itu akan menyebabkan sungai tersebut kering” kata Arkipus Kore, salah satu warga setempat.
Senada dengan Arkipus, masyarakat adat harus punya kemauan untuk menjaga wilayah adat mereka demi masa depan anak cucu. Ucap tokoh adat setempat Noya Kore mengungkapkan.
“Yang torang lakukan saat ini untuk anak cucu yang hidup setelah torang” ucapnya .
Menurut mereka, ada praktek sasi untuk menjaga hasil bumi, terutama sasi kelapa. Jika musim tanaman itu berbuah warga akan memasang sasi dan akan melepasnya pada saat sudah tiba musim panen. Warga setempatnya mengelola tanah dengan cara – cara tradisional. Ada waktu dimana tanah akan di istirahatkan dan ada waktu pula tanah tersebut dibuka kembali untuk ditanami jenis tanaman yang akan di konsumsi setiap hari.
Sejalan dengan upaya yang dilakukan masyarakat adat Fritu. Upaya menjaga kelestarian hutan tersebut merupakan salah satu komitmen kemitraan AMAN dengan RIT Burung Indonesia yang mendapat dukungan dari Critical Ekosistem Patnership Fund (CEPF). Fritu merupakan salah satu kawasan yang unik sehingga dalam peta kawasan Wallacea masuk sebagai Key Biodiversity Area (KBA). Upaya ini akan terus dilakukan sehingga ekosistem yang hidup di dalam wilayah adat dapat terlindungi. (Risal)