WEDA- Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Maluku Utara, Sawit Watch bersama perwakilan masyarakat adat bertatap muka dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Halmahera Tengah untuk menyerahkan peta wilayah adat Fritu dan Pnu Banemo.
Penyerahan peta wilayah adat tersebut diterima langsung oleh Kepala Bappeda Halteng M. Fitra U. Ali di ruang pertemuan Bappeda, sekaligus dilakukan dialog berkaitan Peraturan Daerah Pengakuan dan Perlindungan Hak – Hak Masyarakat Adat (PPHMA) di Halmahera Tengah.
“Saya merasa bangga hari ini AMAN bersama masyarakat adat bisa hadir dalam rangka menyerahkan Peta Wilayah Adat Fritu Dan Pnu Banemo”
“Terlepas dari pemerintah Daerah secara pribadi saya juga sangat mendukung perjuangan AMAN dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat adat untuk mempertahankan tanah adat dari pihak luar terutama perusahan tambang”. Ungkap Fitra. Kamis, (03/08/2017).
Fitra juga menyampaikan peta wilayah adat ini sebagai informasi penting sehingga kedepan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dapat di singkronisasikan dengan peta wilayah adat. Sembari beliau menyinggung Peraturan Daerah Pengakuan dan Perlindungan Hak – Hak Masyarakat Adat (PPHMA) yang belum sempat ditetapkan oleh pemerintah daerah. Fitra juga berjanji secepatnya akan berbicara dengan Bupati terkait peta yang diserahkan AMAN.
“Kita pun menyadari bersama perjungan AMAN selama ini di Halteng, sehingga dengan peta ini Perda masyarakat adat bisa ada titik terangnya karena Perda Masyarakat Adat dan RTRW juga tidak terpisah terutama dalam penataan kawasan Hutan Masyarakat Adat “. Ucapnya.
Dia juga berharap mudah-mudahan pemerintahan baru kedepan bisa memiliki perhatian lebih terhadap masyarakat adat. Apalagi saat ini beberapa investor tambang dan sawit ini akan menjadi ancaman bagi hutan dan masyarakat adat.
Sementara itu Ketua AMAN Maluku Utara Munadi Kilkoda mengatakan, penyerahan dua peta wilayah adat ini sekaligus berharap sebagai informasi yang nanti jika ada revisi RTRW dapat di singkronisasi. “Kami bertemu dengan Bappeda karena tau bahwa urusan masyarakat adat ini tidak terlepas dari tanggungjawab Bappeda” ujar beliau.
Lebih lanjut Munadi mengatakan jumlah masyarakat adat cukup banyak, namun hak mereka belum diakui oleh pemerintah. Kedepan wilayah adat mereka masih ada yang akan dipetakan, jadi menurut beliau ini baru sebagian kecil yang dipetakan.
Munadi juga menjelaskan pemetaan wilayah adat ini dasar hukumnya ada yakni Putusan MK Nomor 35/2012 tentang hutan adat bukan hutan negara. Pemetaan wilayah adat itu operasional dari putusan tersebut. Bahkan menurut beliau, ada contoh menarik dari Fritu, masyarakat adat memetakan wilayah adat mereka lalu membuat tata ruang dalam bentuk zonasi.
“Ada kawasan yang masyarakat adat lindungi, seperti sungai, mangrove dan pesisir. Jadi ini sebenarnya harus diberikan apresiasi dalam bentuk dukungan, karena sudah membantu pemerintah”
Diakhir penyampaiannya Munadi mendorong supaya Pemerintah segera mengesahkan Perda PPHMA, “Meskipun tahun ini Perda PPHMA belum disahkan, kami berharap pada periode kedepan sudah disahkan”
Sementara aktiivis Sawit Watch Eep Saepullo mengatakan mereka justru melihat hutan di Halmahera ini berada dalam ancaman karena berbagai kebijakan yang mengalihfungsi hutan. Beliau menyesal kebijakan pemberian izin sawit di pulau – pulau kecil. Mestinya pemerintah mendorong tanaman pala yang sudah ada sejak dulu, bukan sawit.
“Kami bersama – sama dengan AMAN mendorong ini untuk melindungi ruang kelola masyarakat, sehingga penting pemerintah untuk mengeluarkan satu produk hukum yang bisa menjaga wilayah adat”. Ungkap Cepot. ( ADI)