Dari Hilang Sumber Pangan Hingga Dirumahkan. Cerita Ohongana Manyawa di Tanjung Lili

Sala satu Mobil atau alat berat perusahaan yang hingga kini masih berada dilokasi. Dok Udin Abubakar

(Catatan Lapangan Udin Abubakar/Ketua AMAN Haltim)

Suku Tobelo Dalam (Ohongana Manyawa) adalah ikon dari relasi alami antara manusia dengan alam di hutan Halmahera. Orang Tobelo Dalam memiliki kemampuan bertahan hidup yang bersumber dari khasana ekologi. Mereka mendiami kawasan hutan dan daerah tepian sungai dimana sumber air melimpah. Mereka menanam tanaman bulanan untuk kebutuhan makanan sehari-hari, juga jenis tanaman tahunan seperti kelapa sebagai sumber ekonomi. Terkadang mereka mencari gaharu, bibit-bibit tanaman, udang, ikan, kodok, belut, burung, babi dan rusa untuk di makanan maupun dijual.

Silatiak Foko (54 tahun) warga Tobelo Dalam di Tanjung Lili  Halmahera Timur mengutarakan potensi pangan di wilayah hutan setempat sangat besar dan itu yang dimanfaatkan orang Tobelo Dalam untuk kehidupan mereka sejak jaman dulu. “Makanan di daerah hutan ini cukup berlimpah. Saya dari kecil umur 10 tahun sudah masuk hutan mencari makanan dan itu bisa hidup berminggu-minggu di dara (hutan). Kalu mo ingin makan ikan laut tong biasa bapanah di tanjung (tanjung Lili).”

Foko menambahkan sejak perusahaan PT. TIWI (anak perusahaan Barito) masuk mengambil kayu, perlahan-lahan mereka mulai kekurangan sumber pangan dan protein. “Dong bongkar hutan dan kayu-kayu basar samua dong ambe, itu yang bikin rusa deng babi lari pindah ke tampa lain. Lia itu dong pe sisa-sisa alat perusahan1 di lao itu.”

Hal yang sama juga dicerikan Barauli Tobodi, perempuan asal Lili. Menurut dia beberapa lokasi hutan di belakang Lili adalah tempat asal mula moyang mereka hidup, “Di Makahar, Yubulitino dan Bokum-Bokum itu tempat hidup torang pe moyang sebelum Kampung Lili ini jadi disitu (Makahar dan sekitarnya), torang pe moyang pe tampa hidup dan mati. Tempatnya bagus, ada air terjun. Sioooko.” Dia bercerita dgn meneteskan air mata.

Ternyata perusahaan kayu yang masuk disini tidak memberikan jaminan kehidupan kepada orang Tobelo Dalam yang hidup di Lili Makahar dan sekitarnya. Malah sebaliknya kehadiran perusahaan ini menambah beban karena merusak tatanan hidup mereka.

Pembangunan sebagai akumulasi kapital atau komersialisasi ekonomi dengan tujuan mengumpulkan keuntungan ternyata hanya menguntungkan pihak tertentu, sementara menciptakan kemiskinan dan ketidakadilan yang harus ditanggung oleh orang Tobelo Dalam tak terkecuali mereka yang hidup di Lili dan sekitarnya.

Mereka hanya bisa diam tidak bisa berbuat apa-apa ketika melihat tempat dan hutan yang bersejarah itu dirusaki oleh pemerintah dan perusahan. Kerusakan hutan tersebut berakibat tercerabutnya akar budaya orang Tobelo Dalam Lili dengan hutan yang menjadi bagian terpenting dalam membentuk identitas mereka.

Sekitar tahun 1980-2003 kelompok Tobelo Dalam ini mendapat pembinaan dari Mr. Jhon salah satu warga berkebangsaan Amerika. Bule tersebut sudah hidup cukup lama di Lili, di duga kuat sebagai seorang misionaris. Pembinaan yang dilakukan Jhon tersebut dengan mengajarkan anggota Tobelo Dalam cara-cara menghitung dan mengenal agama. Hal tersebut dibenarkan Gito Kaibi (63 tahun). “Torang diajarkan membaca, menghitung dan diajarkan untuk mengenal Tuhan (agama kristen). Ada keluarga yang lain yang dong tara mau belajar kong langsung masuk hutan so tara bale-bale.”

Sebelumnya Lili hanya sebuah dusun dari desa Dorosagu. Namun telah di mekarkan menjadi Desa tahun 2012. Dibawah pimpinan kepala desa Habean Piak yang sebelumnya menjabat kepala dusun Lili selama 30 tahun.

Sekretaris Desa (Sekdes) Lili, Romi Pinge menyebut kades mereka berencana mengeluarkan mereka warga Tobelo Dalam yang ada di Makahar dan sekitarnya untuk di mukimkan atau resetlement. Ada sekitar 67 unit rumah yang dibangun sejak tahun 2017. Rumah tersebut diperuntukan untuk warga Tobelo Dalam yang ada di hutan. Tapi karena mereka tidak mau turun sebagian rumah sudah ditempati sebagian warga yang telah hidup di kampung.

Sekdes juga mengatakan warga Lili ada 567 jiwa dan 124 kepala keluarga, belum terhitung Tobelo Dalam di Makahar sebanyak 18 kepala keluarga. Kata beliau, mereka disini punya kebiasaan jual tanah ketika tiba Natal untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.

Sejak dulu kebutuhan hidup Tobelo Dalam Lili dicukupi dari hasil hutan dan sungai, namun kini mulai berubah, sejak mereka mulai berinteraksi dengan orang luar. Mereka mulai mengenal uang sekitar tahun 1980-an. Dari situ mempengaruhi hilangnya budaya barter yang berlaku dalam kehidupan mereka. Kehidupan modern secara sistematis mengesploitasi kebiasaan hidup mereka. Upaya-upaya sistematis yang dilakukan oleh berbagai pihak luar pada prisipnya lebih banyak mempengafih sistem hidup mereka menjadi berubah, hingga pada akhirnya berdampak secara luas dengan penguasaan sumberdaya alam orang Tobelo Dalam oleh orang luar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *