6 Tahun, Putusan MK-35 Belum Diimplementasikan Pemerintah

Hutan adat bukan hutan negara! Kalimat tersebut tertuang dalam amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-X/2012 yang dibacakan Ketua MK M. Akil Mochtar pada 16 Mei 2013 di Jakarta.  Putusan itu meruapakan hasil Judicial Review UU 41/1999 Tentang Kehutanan yang diajukan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bersama dua komunitas Adat.

Hingga tahun ke-6, Putusan MK-35 ternyata belum menjawab tuntutan masyarakat adat. Di berbagai daerah, hutan adat yang ditetapkan menjadi hutan negara belum juga dikembalikannya statusnya kepada masyarakat adat.

Dosen Hukum Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU) Hendra Kasim menilai putusan MK-35 itu belum berlaku tertib di Maluku Utara. “Di beberapa daerah meskipun sudah dilakukan identifikasi wilayah adat bahkan sampai pada pemetaan wilayah adat pun belum diakui oleh pemerintah hingga saat ini” ujar beliau, 16 Mei 2019.

Padahal, kata Hendra, dengan putusan MK-35 ini masyarakat adat itu harusnya mudah mendorong regulasi perlindungan masyarakat adat di daerah. Nyatanyakan sampai saat ini belum juga ada Perda pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat yang disahkan, terutama di Halmahera Tengah (Halteng)  yang telah didorong sejak tahun 2015.

Lebih lanjut Hendra mengatakan, dalam UU nomor 8 tahun 2011 tentang perubahan atas undang-undang nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pasal 10 ayat (1) disebutkan “putusan MK langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum  yang bisa ditempuh (inkracht van gewijsde). Sifat final dalam putusan MK dalam UU ini mencakup pula kekuatan hukum mengikat (final and binding),” jelasnya.

Karena itu menurut dia, MK 35 ini harus dihormati dan dijalankan sebab itu perintah konstitusi tertinggi. Perda masyarakat adat itu juga perintah UU dan kostitusi.

“Itu bisa membantu pemda dalam penyelesaian kasus sengketa agraria”

Sementara Munadi Kilkoda Ketua AMAN Maluku Utara mendesak pemerintah daerah untuk taat pada putusan MK 35. Kata dia makin lambat MK 35 dilaksanakan, maka makin besar peluang konflik perebutan hak oleh masyarakat adat dengan pihak lain. MK 35 kata Munadi mempertegas klaim kepemilikan hak, “ini jadi pintu masuk menyelesaikan sengketa klaim berbagai pihak, jadi harus di dukung segera di implementasikan” tutup Munadi.

Supriyadi Sawai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *