SAGEA, POTRET ANCAMAN HANCURNYA EKOLOGI

Di tengah berlangsungnya Simposium Regional Pertambangan Maluku Utara, yang digelar DPD KNPI, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Malut dan Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI) Malut di aulah Kantor Walikota Ternate, Sabtu, (6/7/2019),  tetiba dikejutkan aksi simbolik menolak Tambang di Maluku Utara.

Hadir sebagai pembicara, Wakil Bupati Halmahera Utara Mukhlis Tapi Tapi, Dr. Mukhtar Adam yang juga evaluator BAPPENAS RI, Prof. Rusman Soleman, serta  Perwakilan Dinas ESDM Maluku Utara. Ada pula perwakilan pihak PT. Nusa Halmahera Mineral (NHM) dan PT. Antam.

Di tengah sesi tanya jawab, Ikatan Pelajar Mahasiswa (IPMA) Sagea-Kiya secara spontan membentangkan spanduk warna kuning bertuliskan:

“Tambang menghancurkan kampung kami. Hutan dan Sumber Air jadi hancur. Selamatkan Sagea-Kiya, Weda Utara, Halmahera Tengah”. Sebagian peserta, terutama wartawan segera meliput aksi yang tidak disangka itu.

Yulihia Pihang, aktivis perempuan tampil bicara usai diberi kesempatan oleh moderator. Yuli, demikian disapa, berbicara tentang fakta perampasan ruang hidup warga akibat pembangunan. Yuli menilai, akibat tambang, kebun warga harus tergusur dan pangan lokal seperti sagu harus hilang. Sekelompok mahasiswa asal Sagea itupun langsung membentangkan spanduk yang telah disiapkan, hingga menarik perhatian para peserta Simposium.

Ketua IPMA Sagea-Kiya Arif Munandar yang berada ditempat saat diwawancarai, menyatakan, aksi ini merupakan bentuk protes mereka terhadap tambang yang tidak ramah lingkungan.

Baca juga: Mahasiswa dan Warga di Weda Utara Protes Izin Tambang

“Kami lakukan ini karena hanya di tempat ini kami bisa bersuara dihadapan pemerintah sebagai pengambil kebijakan, apalagi hadir juga perwakilan dari Dinas ESDM yang menangani soal tambang di Malut.”

“Memang target kami”, lanjutnya, “untuk Dinas ESDM dan Pemerintah Provinsi, di sini kami ingin sampaikan bahwa kami menolak Perusahaan First Pasifik Mining, PT Zhonghay, dan Batu Gamping Indonesia yang diberikan izin oleh pemerintah di kampung kami,” tandas Arif.

“Kami mau sampaikan bahwa sungai yang menjadi sumber utama warga saat ini terancam akan kehadiran perusahaan tersebut.” Menurut Arif, sungai itu masuk dalam konsesi tambang yang disebutkan itu. Selain itu, hutan pala dan sagu juga ikut terancam.

Lebih lanjut, menurut Arif, mereka juga mengajak semua elemen untuk sama-sama  menyelamatkan pesisir dan pulau kecil yang semakin kritis akibat tambang. “Pemerintah harus segera melakukan moratorium izin tambang yang Non-CNC dan segera mencabut izin tambang yang beroperasi di pulau kecil,” demikian Arif.

Kenapa harus ditolak ?

Desa Sagea dan Kiya berada di Halmahera Tengah Kecamatan Weda Utara, Maluku Utara, total jumlah kepala keluarga (KK) mencapai 365 KK. Di mana sebelah timur berbatasan dengan PT Bakti Pertiwi Nusantara (BPN) Nomor SK 540/KEP/253/2012 dengan masa berlaku 2038 status izin Operasi Produksi luas lahan 1232,00 hektar. Dharma Rosadi Internasional Nomor SK 540/KEP/257/2012 status izin Operasi Produksi hingga 2029 dengan total luas 1017,00 hektar.

Ada juga satu perusahan HPH yang beroperasi mengambil kayu berdekatan dengan Sungai Sagea atau Wisata Gua Batulubang. Perusahan HPH ini diduga mengambil kayu di dalam kawasan hutan Negara. Perusahaan HPH ini bernama Kelompok Tani Tonidora. Pada tanggal 9 Februari 2018, KT Tonidora memperoleh izin IPK-APL dari Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Utara dengan Nomor: 522.1/Kpts/38/2018.

Sebelah barat bersisian dengan perusahan nikel PT First Pasifik Mining dan PT Zhong Hai Rare Metal Mining Indonesia milik Cina yang dalam data Kementerian ESDM disebutkan telah dievaluasi izin pada Mei 2019. Untuk Zhongai yang diterbitkan oleh Menteri Nomor SK 25/1/IUP/PMA/2018 masa berlaku hingga 2029 status izin Operasi Produksi luas lahan pada dua blok masing-masing 118,00 dan 688,00 hektar. 

Sementara First Pasific yang diterbitkan Gubernur dengan nomor SK 30/1/IUP/PMA/2018 masa berlaku hingga 2032 luas lahan 2080,00 hektar dengan status Operasi Produksi. Tak jauh dari belakang kampung terdapat satu perusahan yang baru digadang-gadang akan beroperasi di sekitaran Gua Batulubang dan batuan karst serta hutan pala milik warga secara komunal. Perusahaan itu bernama Batu Gamping Indonesia sesuai informasi yang beredar di tengah rakyat.

Perusahaan yang disebutkan di atas juga berbatasan dengan PT WBN yang saat ini join dengan PT IWIP untuk pembangunan pabrik smelter dan PLTU yang berlokasi di Tanjung Uli.

Di Tanjung Uli tempat perusahan WBN/IWIP itu, hadir telah menimbulkan banyak perubahan terhadap permukaan bumi di lokasi itu. Hutan mangrove terlihat mati akibatan timbunan, sungai dipindahkan dan pesisir ditimbun. Kehadiran perusahan ini sangat mengancam sumber air bersih utama warga Sagea dan Kiya. Apalagi sungai itu saling menyatu dengan daerah aliran sungai (DAS) lain yang didalamnya terdapat perusahan yang disebutkan di atas.

Atas dasar itu, IPMA Sagea-Kiya dalam pernyataannya menolak bentuk investasi yang akan mengancam sumber air dan kawasan wisata alam gua Bokimaruru yang berada tepat di Hulu sungai Sagea. Kehadiran investasi secara ekstraktif ini telah merubah sistem kebudayaan dalam bertahan hidup di mana yang dulunya sebagai petani dan nelayan, kini berubah menjadi masyarakat industri yang justru terus tertinggal dari kata sejahtera seperti yang kerap kali diucapkan pemerintah.

Orang terobsesi dengan kehadiran tambang, anak sekolah tidak lagi melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi di kampus, terobsesi dengan uang, akhirnya memilih menjadi pekerja tambang yang justru membuat mereka menjadi terusir dari kampung sendiri sebab pada kenyataannya mereka tidak mengetahui konsekuensi akan dampak dari hadirnya investasi yang rakus lahan ini.

Tidak akan pernah dipikirkan, bagaimana ketika diserang limbah dan sumber pangan yang semakin menipis. Tambang hanya membalikkan mata dan hati pemerintah yang hanya berdalih APBD, padahal seharusnya melihat secara utuh kehadiran tambang yang dengan kata jujur, justru tambang membatasi ruang hidup warga yang bergantung pada hutan dan laut.

Aksi simbolik yang digelar IPMA Sagea-Kiya harusnya direspon secara proaktif sebab kehadiran tambang telah mengancam sumber air bersih yang saling terkait dengan sungai-sungai yang masuk dalam konsesi-konsesi tambang. Kehancuran itu akan datang dari darat dan sungai-sungai yang dikonsumsi warga saat ini.

PT First Pasific dan Zhonghay dalam kajian IPMA Sagea-Kiya akan merusak ekosistem danau Legaye Lol yang menjadi cadangan pangan dan sumber protein. Danau itu tempat ikan bandeng yang setiap saat dijaring warga. Danau ini merupakan cadangan pangan seperti sumber protein dan karbohidrat.

Pada konsesi tersebut tempat karbohidrat warga selama ini, Pohon Sagu telah digusur sebesar lapangan bola kaki oleh PT First Pasific dan Zhonghay. Kebun cengkeh milik warga terpaksa harus dilepas akibat informasi yang selalu disulap dengan kata sejahtera jika hadirnya tambang.

Pembangunan yang bertumpu pada sektor tambang yang tidak ramah lingkungan akan merusak satu kesatuan ekosistem ekologis.  Peradaban itu tumbang akibat kerusakan lingkungan yang disebabkan tangan jahil manusia. Teori ini menurut Jared Diamod, sesungguhnya memberi kabar bahwa manusia dan alam sangat erat kaitannya layaknya mata rantai yang tidak bisa lepas pisah. Sehingga dalam bukunya yang berjudul Collapse (2005/2017) tentang “Runtuhnya Peradaban-Peradaban Dunia” mengingatkan kita bahwa satu faktor yang kita tidak sadari adalah Kerusakan Sistem Ekologis dan Krisis Tanah.

Terakhir, penulis hendak mengutip apa yang dikatakan Erik Weiner (2008/2017) : “ketika pohon terakhir ditebang, sungai terakhir dikosongkan, ketika ikan terakhir ditangkap, barulah manusia akan menyadari bahwa dia tidak dapat memakan uang.”

Hidup kita masih panjang, generasi tetap akan tumbuh dan berkembang. Karena itu, mari jaga lingkungan. Selamatkan Pulau Kecil dari ancaman kehancuran tambang dan perubahan iklim yang saat ini melanda Dunia. []

Penulis: Supriyadi Sudirman

Tulisan ini Perna dimuat pada halaman Opini Malutpost Edisi Kamis, 18 Juli 2019

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *