Debu Batu Bara, Ancam Warga

Lokasi penampungan batu bara di PLTU Rum

TIDORE— Dampak debu batu bara yang keluar dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)  Rum   dirasakan   warga sekitar PLTU Rum. Termasuk para siswa dan guru di SD Negeri Balibunga Kelurahan Rum Balibunga Tidore Utara.

Dampak debu batubara ini  siswa  dan guru mengalami gangguan pernapasan.  Bahkan lantai sekolah  dipenuhi debu batubara sejak PLTU beroperasi. Untuk menghindari serangan debu batu bara, pihak sekolah menutup ventilasi sekolah dengan kertas. “Bukan hanya siswa/siswi  yang batuk dan beringus. Guru-guru juga merasakan sesak napas, maupun batuk-batuk,” kata Hawa Hamisi salah satu guru  SD Negeri Balibunga Sabtu (4/2) akhir pekan kemarin.

Tak hanya itu, bunyi mesin PLTU juga  cukup mengganggu aktifitas belajar mengajar di sekolah. Atas kondisi itu, saat Musrenbang Kelurahan Rum Balibunga pihak sekolah sudah mengajukan ke pihak kelurahan agar sekolah mereka segera direlokasi. Pihak   sekolah juga meminta disediakan masker, karena dampak   batubara  sudah mengganggu aktifitas belajar mengajar. Apalagi  kata  Hawa, debu yang paling parah bertebaran di sekolah ketika sedang dilakukan pembongkaran dari kapal ke areal halaman PLTU.  “Kita sudah usulkan dalam acara Musrenbang,”ujar Hawa.

Sebelumnya,  sejak pembangunan PLTU ada kesepakatan pemerintah kota Tikep dengan pihak PLTU, dimana pemerintah menyediakan lahan untuk relokasi sekolah  sedangkan pihak PLTU membangun sekolah. Namun sejauh ini baru lahan yang  disediakan pemerintah di RT 03 kelurahan Rum Balibunga. Sementara   pembangunannya belum dilakukan pihak PLTU.

Pihak PLTU dikonfirmasi Malut Post di kantornya Senin (6/2)  enggan memberikan keterangan.  Malut Post sendiri sudah   tiga kali mengkonfirmasi ke pihak PLTU,  namun mereka enggan memberikan  penjelasan.  Fajar salah satu manajer di PLTU  mengatakan, yang berkewenangan  adalah atasanya namun atasannya belum bisa ditemui.

“Kalau soal relokasi itu mungkin  ditanyakan  ke PLN Wilayah Maluku, Maluku Utara,  kesepakatan itu pemegang proyek pembangunan yang bersepakat dengan masyarakat,” ungkap Fajar.

Dampak debu  tak hanya dirasakan sekolah,  masyarakat  di sekitar PLTU  termasuk kantor kelurahan Rum Balibunga juga merasakan dampaknya. Kepala Kelurahan Rum Balibunga Ridwan Kura dikonfirmasi di ruang kerjanya, mengemukakan  sekitar sebulan  lalu   DLH kota Tikep turun melakukan penelitian mengenai dampak debu itu. Hasil  penelitian itu membuat warga heran, bahwa tak ada dampak   polusi debu batu bara.

“Saat itu hasil penilitian  katanya dari Ake Sahu sampai Rum Balibunga  udaranya normal. Walaupun hasilnya tak ada polusi, tapi faktanya sejak PLTU beroperasi, debu masuk di rumah bahkan warga sesak napas,” ungkapnya.

Dia mengungkap penelitian  tim DLH Tikep itu, hanya satu hari. Pihaknya, berencana bersama tokoh masyarakat bertemu DLH, terkait dampak   debu batu bara ini. Menurutnya, dalam penelitian  udara normal, tetapi faktanya warga  terganggu pernapasan.

Ketua komisi I DPRD Kota Tikep Abd. Haris Ahmad  mengungkapkan   sejak masa pemerintahan mantan wali kota Achmad Mahifa, ada kesepakatan antara pihak PLTU dan Pemerintah, dimana PLTU bersedia merelokasi SD Rum Balibunga. “Karena itu kita tidak mau tahu perusahaan harus penuhi janjinya  merelokasi SD tersebut,” tandasnya. Pihaknya juga mendesak BLH agar menyeriusi persoalan polusi udara akibat batu bara.  (far/ici)

Sumber: http://portal.malutpost.co.id/en/daerah/tidore-kepulauan/item/25265-debu-batu-bara-ancam-warga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *