Weda – Masyarakat adat Kobe yang berada di dua desa, desa Kobe Gunung dan desa Sawai Itepo akan segera memetakan wilayah adat mereka. Hal tersebut disampaikan langsung ke Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Maluku Utara pada saat melakukan tatap muka yang bertempat di Kantor desa Kobe Gunung, Halmahera Tengah, pada (5/6/18).
Kegiatan yang di dukung oleh Critical Ecosystem Partnership Fund (CEPF) dan Burung Indonesia tersebut, dihadiri perwakilan masyarakat adat dan pemerintah desa setempat. Hal yang dibicarakan adalah menjaga wilayah adat dari ancaman luar yang bisa mempengaruhi kelangsungan hidup masyarakat adat dan ekosistem setempat.
Kepala Desa Kobe, Mikles Kadari, dalam sambutanya mengucapan terima kasih kepada AMAN Maluku Utara ini. Dia berharap kehadiran AMAN Maluku Utara dapat membantu mereka dalam memperjungkan dan mempertahankan akses mereka terhadap ruang hidup yang sebagian telah dimasukkan dalam Kawasan Konservasi Taman Nasional Aketajawe-Lolobata.
“Kami sangat berharap kehadiran AMAN Maluku Utara dapat membantu kami terutama terkait dengan Pemetaan Wilayah Adat,” harapnya.
Lanjut dia, kedua desa ini jauh hari telah menyepakati adanya hak ulayat yang diwarisi sejak turun-temurun dari leluhur mereka. Dan dalam pemanfaatannya harus dinikmati secara bersama-sama. “sehingga sangat memungkinkan, dua komunitas masyarakat adat ini memiliki satu peta wilayah adat karena hak yang dimiliki ini menurut perjanjian yang dilakukan orang-orang tua kami itu sifatnya makan bersama”
Sementara, Kades Sawai Itepo, Yansen Papatjeda, selain merespon secara positif kehadiran AMAN Maluku Utara, dirinya juga mengaku beberapa waktu lalu telah berbincang-bincang dengan Ketua AMAN Malut pada suatu kesempatan dialog percepatan Perhutanan Sosial di Ternate.
“Hari ini ternyata terbukti. AMAN Maluku Utara benar-benar serius dalam mendorong dan menindaklanjuti percepatan pengusulan Perhutanan Sosial yang salah satunya adalah Kobe dan Sawai Itepo masuk dalam skema Hutan Adat”
Dia juga menjelaskan, secara kesejarahan masyarakat adat kobe dan sawai Itepo sebenarnya adalah satu komunitas masyarakat adat. Hanya saja terjadi pemekaran desa, maka berdampak pada penamaan yang menurutnya mencerabut masyarakat adat setempat dari akar identitas aslinya.
“Dulu hanya dikenal Kobe Gunung dan Kobe Peplis (Pante), tapi setelah pemekaran dipakailah nama Sawai Itepo yang sebenarnya lebih menggambarkan suku Sawai secara umum di daratan Weda ini”
Meski begitu, dirinya besama masyarakat adat dan pemerintah desa ini siap bekerja sama dalam melakukan pemetaan partipatif bersama AMAN Maluku Utara.
Hal tersebut mendapat respon langsung dari Ketua AMAN Maluku Utara, Munadi Kilkoda, bahwa pihaknya sangat membutuhkan kerjasama semua komponen, terutama masyarakat adat. Program pemetaan wilayah adat lebih bertumpuh pada proses yang partisipatif. Karenanya, keterlibatan masyarakat adat dalam proses pemetaan wilayah adat sangatlah penting dan menjadi kunci sukses dan tidaknya program ini.
“Masyarakat adat sendirilah yang akan melakukan pemetaan wilayah adatnya sesuai batas-batas sejarah masa lalu. Jadi batas wilayah adat itu berbeda dengan batas administrasi desa”
Munadi berjanji akan memfasilitasi proses social yang melibatkan komunitas masyarakat adat yang bertetangga untuk melakukan musyawarah tata batas setelah itu baru dilakukan pemetaan. (Hamdan)